Semangat untuk membangkitkan Indonesia sebagai negara yang damai dengan karakter rukun, harmonis, toleran dan guyub harus dikuatkan dengan kembali menanamkan dan mengamalkan ideologi Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Demikian diungkapkan Guru Besar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia, Profesor Doktor Hamdi Muluk pada Jumat (19/10) seperti dikutip tribunnews.com. Ia menjelaskan bangsa Indonesia harus kembali pada Pancasila karena Pancasila adalah rumusan yang paling maksimal yang sudah dibuat oleh para pendiri bangsa Indonesia. Hamdi Muluk menegaskan, harus dipahami bahwa negara ini didirikan oleh kelompok-kelompok yang berbeda atas suku, agama, ras, keturunan dan kepentingan macam-macam.
Hamdi Muluk mencontohkan pada saat para pendiri bangsa membuat rumusan Pancasila terutama sila ke-1, Ketuhanan Yang Maha Esa, Soekarno dalam pidatonya saat itu mempersilakan masyarakat untuk memeluk agama sesuai dengan pemahaman masing-masing. Hamdi Muluk menegaskan bangsa Indonesia semua saling menghormati. Menurutnya, semangat yang harus ditumbuhkan adalah tidak membawa agama ke politik. Hamdi Muluk menjelaskan ketika Pancasila didirikan, maka dengan sendirinya gagasan tentang negara agama, negara khilafah dan seterusnya dengan sendirinya sudah tertolak. Kalau bangsa Indonesia betul-betul menghayati kembali Pancasila maka perdebatan mengenai perbedaan itu tidak akan ada lagi. Ia mengingatkan, Pancasila itu sudah final, bahwa NKRI itu sudah final, bangsa Indonesia sudah ada prinsip Bhinneka Tunggal Ika dan menghormati kemanusiaan yang universal.
Sementara itu, anggota MPR RI Fraksi PAN Muhammad Syafrudin seperti dikutip detik.com Jumat (19/10) mengingatkan kembali nilai-nilai Pancasila dan pentingnya generasi muda memahami tata nilai kebangsaan, sehingga bangsa Indonesia tidak kehilangan semangat perjuangan dan tujuan bernegara. Muhammad Syafrudin menegaskan, meski Indonesia berbeda latar budaya, suku, dan agama, namun merupakan satu kesatuan yang utuh. Menurutnya, perbedaan bukan sebagai pemecah belah melainkan sebagai sebuah kekuatan persatuan. Ia berharap agar masyarakat menghindari berbagai informasi yang memprovokasi. Menurutnya rasa cinta Tanah Air, wawasan kebangsaan, memperkuat gotong royong, dan menjaga kerukunan dalam bingkai NKRI adalah yang paling penting.
Hari ini, 22 Oktober 2018, Bangsa Indonesia memperingati Hari Santri Nasional. Sejak dicanangkan oleh Presiden Joko WIdodo pada tahun 2015, pemerintah dan masyarakat secara khusus menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk memperingati Hari Santri Nasional. Tema peringatan tahun ini adalah “Bersama Santri Damailah Negeri”. Puncak peringatan dilaksanakan di Bandung, pada Minggu Malam.
Tentu ada alasan kuat, mengapa secara khusus ditetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.Hal ini tak lepas dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Sejarah telah mencatat, dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, para ulama, kiai, dan santri memiliki peran besar. Penetapan tanggal 22 Oktober didasarkan pada Resolusi Jihad yang disampaikan pendiri Nahdlatul Ulama Kiai Haji Hasyim Asy’ari di Surabaya pada tanggal 22 Oktober 1945. Hasyim Asy’ari menyerukan kepada para santrinya untuk ikut berjuang mencegah tentara Belanda kembali menguasai Indonesia melalui Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo dalam acara Apel Akbar Santri Nusantara dalam rangka Hari Santri Nasional 2018 di Benteng Vastenburg Solo, Jawa Tengah, Sabtu malam, ditetapkannya Hari Santri Nasional merupakan penghormatan dan penghargaan negara, kepada para kiai, alim ulama, para santri dan seluruh komponen bangsa yang mengikuti teladannya.
Menjadi santri berarti mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren. Menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai, telah menjadi pilihan sebagian putra-putri Indonesia. Ilmu yang ditransfer pun lebih berkembang. Bahasa Arab dan bahasa Inggris menjadi pelajaran wajib di banyak pesantren saat ini. Selain ajaran agama Islam, para santri diajarkan mengembangkan life skill dan mendapatkan pendidikan vokasi. Tujuannya, agar para santri juga dapat menjadi wirausaha yang profesional di berbagai bidang. Santri dan Pesantren terus mengembangkan perannya tidak hanya dalam mengajarkan agama Islam, namun juga sebagai lembaga sosial budaya dalam pembentukan masyarakat yang ideal. Pondok Pesantren memiliki potensi besar untuk menciptakan wirausaha baru dan menumbuhkan sektor industri kecil dan menengah.
Dengan ditetapkannya Hari Santri Nasional akan semakin memotivasi para santri untuk menguatkan keberadaannya. Seperti yang dilakukan para pendahulu mereka, berjuang dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Hari Santri Nasional diharapkan akan semakin menguatkan posisi para santri dalam perannya mengawal negeri, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bersama Santri, Damailah Indonesia.
Perdebatan publik kembali hangat dikalangan warga Inggris setelah Perdana Menteri Theresa May menunjukkan tanda-tanda untuk mempertimbangkan perpajangan periode transisi setelah keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). May berencana untuk memperpanjang masa transisi beberapa bulan ke depan. Namun rencana perpanjangan yang diajukan May ternyata mendapatkan kritikan tajam publik Inggris, baik pendukung Brexit maupun pendukung Uni Eropa (EU).
Pendukung UE menyatakan frustrasi dengan perundingan Brexit yang berkepanjangan. Di lain pihak, pendukung Brexit mengatakan Inggris harus membayar miliaran poundsterling jika harus tetap bertahan di Uni Eropa.
Reaksi terhadap rencana May tidak hanya sampai di situ, Dia juga menghadapi perlawanan dari mitra koalisinya di parlemen. Partai Serikat Demokrat Irlandia Utara (DUP), mengancam akan menentang anggaran pemerintah. Anggota parlemen Uni Eropa dari DUP, Diane Dodds, menilai perpanjangan masa transisi justru akan mengganggu partainya. Pihak oposisi bahkan menuduh Theresa telah melakukan “penghianatan” terhadap Brexit.
Kurang dari 6 bulan menjelang keluarnya Inggris dari Uni Eropa, perundingan Brexit masih belum ada kemajuan terkait isu perbatasan wilayah antara Provinsi Irlandia Utara milik Inggris dengan Irlandia. Permasalahannya terpusat pada kebijakan backstop yang menjamin bahwa tidak akan ada pembangunan ulang batas fisik di Pulau Irlandia jika hubungan dagang di masa depan tidak berjalan dengan baik. Dengan perpanjangan itu, Inggris juga akan tetap berada di pasar tunggal Uni Eropa serta menjadi subjek aturan dan regulasi EU, selama tiga tahun setelah tanggal resmi Brexit pada Maret 2019.
Uni Eropa telah menekankan bahwa backstop harus disepakati oleh Inggris jika ingin mendapatkan kesepakatan Brexit dengan EU, kendati periode transisi akan diperpanjang.
Tanggal 1 Februari 2017 lalu, penghitungan suara di parlemen Inggris , memperlihatkan sebanyak 498 anggota memberi persetujuan kepada Perdana Menteri Theresa May agar memulai perundingan terkait Brexit, sementara 114 lainya menentang.
Artinya PM Theresa May mendapat dukungan mayoritas anggota perlemen dan masyarakat Inggris, untuk keluar dari Uni Eropa. Namun setelah berjalan hampir 2 tahun, ternyata kenyataan dilapangan tidak semudah itu.
Akankah, Inggris benar-benar keluar dari Uni Eropa ? PM Theresa May masih punya waktu untuk membuat keputusan akhir hingga musim panas 2019 mendatang.
World Economic Forum (WEF) 2018 Rabu (17/10) mengeluarkan Indeks Daya Saing Global “Global Competitiveness Index 4.0”. Dalam indeks tersebut Indonesia menempati posisi ke-45 dari 140 negara. Posisi ini naik dua peringkat dibanding sebelumnya 47. Posisi Indonesia masih kalah dari Singapura yang berada di urutan kedua, Malaysia (25), dan Thailand (38).
Di urutan pertama, Amerika Serikat (AS) berhasil menjadi yang terbaik setelah selama sembilan tahun berturut-turut di bawah Swiss. Perubahan metodologi dalam pemeringkatan WEF, yang lebih berorientasi menuju pertumbuhan berbasis teknologi di masa depan, mendorong AS ke posisi puncak. Pada edisi 2018, WEF yang berbasis di Jenewa, Swiss, memang menggunakan metode baru. Penggunaan teknologi digital menjadi salah satu penilaian. Di samping itu, WEF juga menyatakan polarisasi politik dan pemulihan ekonomi yang rapuh, sangat penting untuk mendefinisikan, menilai, dan mengimplementasikan jalur baru pertumbuhan dan kemakmuran.
Di dalam pernyataan resminya, WEF menyatakan indeks daya saing disusun secara tahunan untuk mengetahui lanskap daya saing global, sejalan dengan Revolusi Industri Keempat alias Industri 4.0. Di dalam indeks tersebut, AS berada pada peringkat pertama, disusul Singapura, Jerman, Swiss, dan Jepang. Adapun sejumlah komponen yang diteliti dalam indeks tersebut antara lain institusi, infrastruktur, kesiapan teknologi informasi dan komunikasi, stabilitas makroekonomi, kesehatan, keterampilan, pangsa pasar, pasar tenaga kerja, sistem keuangan, dinamika bisnis, hingga kapasitas inovasi.
Anggota Dewan Pelaksana WEF, Saadia Zahidi kepada kantor berita Reuters mengatakan AS adalah “sebuah pusat inovasi” dengan tenaga kerja yang fleksibel dan pasar yang besar.
Sementara itu ekonom Institute for Development of Economic and Finance-Indef Bhima Yudisthira mengatakan, indeks daya saing yang masih berada di urutan ke-45 tersebut menunjukkan Indonesia masih perlu melakukan sejumlah perbaikan di berbagai sektor. Salah satunya adalah daya saing produk lokal di pasar internasional. Disamping itu kondisi tenaga kerja termasuk hubungan industrial juga masih diperbaiki, selain kemampuan SDM di industri digital yang belum optimal.
Senada dengan Bima, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto mengungkapkan, pihaknya menyambut baik adanya perbaikan peringkat daya saing Indonesia yang dirilis WEF 2018. Meski begitu, menurut dia, masih perlu kerja keras untuk melakukan perbaikan terus-menerus. Terutama di sektor inovasi dan tenaga kerja. Menurut Carmelita, dengan kondisi ekonomi global saat ini Indonesia perlu mendapatkan tempat mengingat ekonomi global saat ini sedang mencari ekuilibrium baru.