Brazil masih menapaki proses demokrasi untuk mendapatkan Presiden yang baru. Putaran tahap pertama Pemilu Presiden yang sudah berlangsung, masih belum dapat menentukan siapa Presiden Brazil karena tidak satupun calon yang ikut dalam Pemilu, memperoleh suara mayoritas di atas 50 persen. Walaupun memimpin perolehan suara meyakinkan Calon Presiden Jair Bolsonaro, belum berhasil mengumpulkan suara yang melampaui ambang batas. Dari hampir 99 persen suara yang sudah masuk, Jair Bolsonaro anggota parlemen dari sayap kanan baru memperoleh suara 47 persen. Pada posisi kedua adalah Fernando Hadad anggota parlemen dari sayap kiri dengan raihan suara 28 persen. Berdasar hasil perolehan suara itu maka Jair Bolsonaro dan Fernando Hadad akan maju ke pemilihan babak kedua.
Tahap pertama pemilu di Brazil tidak saja diwarnai dengan hiruk pikuk demokrasi, melainkan juga kekerasan. Jair Bolsonaro, ketika berkampanye telah ditikam dan harus dirawat di rumah sakit. Tokoh parlemen yang cenderung rasis itu, berhasil maju ke babak berikutnya menyingkirkan tokoh lain yang mendapat dukungan partai di parlemen dan mendapat porsi besar liputan di televisi. Jair Bolsonaro, berhasil memanfaatkan media sosial yaitu twitter dan facebook untuk mempengaruhi para pemilih. Jair Bolsonaro menyebar luaskan pesan dan visi serta misinya dengan janji janji mengakhiri korupsi, kejahatan, dan kelesuan ekonomi. Ia juga menjanjikan untuk mengembalikan nilai nilai tradisional negaranya.
Upaya dan cara Jair Bolsonaro rasanya dapat mengingatkan kita dengan apa yang dilakukan Donald Trump ketika berjuang memenangi pemilu Amerika Serikat. Slogan slogan yang dikumandangkan Jair Bolsonaro untuk mengembalikan kejayaan Brazil mengingatkan kita dengan apa yang diucapkan Trump, Make America Great Again. Pun pendekatan yang
cenderung rasis juga dilakukan Jair Bolsonaro.
Bagaimanapun nasib Jair Bolsonaro yang pada pemilu tahap pertama menang secara mengejutkan, masih akan ditentukan pada pemilu tahap kedua yang akan dilaksanakan 28 Oktober. Mayoritas rakyat Brazillah yang akan menentukan, siapa Presiden Brazil mendatang yang bakal menjadi nakhoda mengemudikan Brazil menuju masa depan yang lebih baik.
Pertemuan Tahunan International Monetary Fund IMF dan World Bank Group (IMF-WBG) 2018 di Nusa Dua, Bali telah dimulai. 10 Kepala Pemerintahan negara Anggota ASEAN dipastikan hadir. Mereka termasuk dalam sekitar 34 ribu yang sudah mendaftar sebagai peserta pertemuan yang keseluruhannya berlangsung mulai 8 hingga 14 Oktober ini. Kepala Unit Kerja Pertemuan Tahunan IMF-World Bank Group 2018 Peter Jacobs mengatakan, konfirmasi kehadiran juga diberikan oleh kepada kepala-kepala negara yang merangkap sebagai menteri keuangan. Selain itu, sejumlah gubernur bank sentral negara maju, seperti gubernur bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell, serta gubernur bank sentral Uni Eropa, Tiongkok, hingga Jepang dipastikan datang. Bahkan sejumlah gubernur bank sentral dan menteri keuangan, yang lokasi negaranya jauh dari Indonesia pun sudah dating. Seperti Sudan Selatan, Uganda, Mauritania, Burundi, Bahama, Islandia, Eswatini, Montenegro, serta Trinidad dan Tobago. Puncak pertemuan tersebut akan berlangsung pada 12 sampai 14 Oktober 2018.
Pertemuan tahunan IMF-WB 2018 yang akan dibuka oleh Presiden Joko Widodo pada Jumat (12/10) ini, akan mengangkat lima tema. Pertama, penguatan International Monetary System (IMS). Kedua, ekonomi digital. Ketiga, negara berkembang tengah menghadapi kebutuhan pembiayaan pembangunan infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Keempat, penguatan aspek ekonomi dan keuangan syariah. Kelima, isu-isu terkait sektor fiskal, yaitu urbanisasi, ekonomi digital, human capital, manajemen risiko bencana, perubahan iklim, dan pembiayaan infrastruktur.
Melihat jumlah peserta yang begitu besar, dapat dibayangkan betapa hasil pertemuan ini sangat diharapkan di seluruh dunia. Pertemuan disebut dinilai akan menjadi pertemuan penting yang hasilnya ditunggu oleh negara-negara di dunia. Pasalnya, diselenggarakan pada saat perekonomian dunia dalam kondisi ketidakpastian yang tinggi.
Bank Indonesia (BI) menyampaikan bahwa ketidakpastian ekonomi global meningkat di tengah pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, yakni kuatnya laju ekonomi AS dibandingkan negara di kawasan Eropa, Jepang, serta Tiongkok.
Kepala Grup Riset Ekonomi Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter BI Reza Anglingkusumo menuturkan, ketidakpastian turut diikuti dengan kenaikan Fed-Fund Rate, ketegangan perdagangan antara AS dan sejumlah negara, serta risiko rambatan dari gejolak ekonomi di Turki dan Argentina.
Ketidakpastian ini memicu pembalikan modal asing dan apresiasi nilai tukar dolar AS secara luas, sehingga turut menekan nilai tukar mata uang global.
Ketidakpastian kondisi ekonomi dunia masih terus berlanjut hingga saat ini. Pertemuan tahunan IMF-WBG kali ini pun menjadi mementum bagi pemimpin-pemimpin ekonomi dunia untuk merespons kondisi global terkini. Yaitu dengan kesepakatan-kesepakatan yang efektif untuk memberi harapan bagi warga dunia akan adanya perbaikan.
Asian Para Games 2018 resmi dibuka pada Sabtu lalu. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dengan menggunakan bahasa isyarat membuka Pesta Olahraga Difabel Asia yang ke tiga dan yang terbesar sejauh in. Selama lebih dari sepekan, hingga 13 Oktober 2018, perhatian masyarakat Asia, khususnya pencinta olahraga akan kembali ditujukan pada Indonesia, khususnya Jakarta. Bulan lalu, Asian Games 2018 berakhir pelaksanaannya dengan catatan kesuksesan Indonesia, baik sebagai tuan rumah, maupun dalam raihan medali. Kali ini pun, dalam Asian Para Games 2018, Indonesia bertekad untuk sukses dalam penyelenggaraan dan capaian prestasi.
Asian Para Games 2018 menjadi ajang bagi lebih dari 2700 atlit dari 43 negara berkompetisi dalam 18 cabang olahraga. Pada pesta olahraga yang digelar 4 tahun sekali, setelah pelaksanaan Asian Games ini, atlit-atlit yang memiliki keterbatasan, menampilkan yang terbaik untuk meraih medali bagi negaranya. Masyarakat tentunya menunggu catatan prestasi dan rekor dari cabang olahraga yang dipertandingkan.
Yang juga ditunggu oleh masyarakat, adalah upacara pembukaan Asian Para Games 2018. Tidak sedikit orang yang mengukur keberhasilan penyelenggaraan pesta olahraga dari upacara pembukaannya. Demikian juga dengan Asian Para Games 2018. Dan Indonesia pun telah sukses menyelenggarakan upacara pembukaan Asian Para Games 2018 dengan megah dan meriah.
Upacara pembukaan Asian Para Games 2018 mengandung banyak makna. Mulai dari tema hingga konten acara. Tema “We Are One “, bukan hanya mewujudkan semboyan bangsa Indonesia, yaitu Bhinneka tunggal Ika, tetapi juga menggambarkan bersatunya bangsa-bangsa di Asia.
Salah satu konten acara pembukaan Asian Para Games 2018 yang menarik perhatian banyak orang adalah hadirnya kata “Ability”. Presiden Joko Widodo didampingi seorang atlit penyandang disabilitas dan seorang gadis cilik penyandang disabilitas menggunakan panah meruntuhkan huruf-huruf “DIS” dari kata “Disability’ (keterbatasan), sehingga yang tertinggal adalah kata “Ability” (kemampuan).
Lewat kata ability, Indonesia mengingatkan bahwa mereka yang memiliki keterbatasan, tetap memiliki kemampuan, kecakapan dan kesanggupan. Kata yang mengingatkan bahwa setiap orang memiliki kemampuan dengan caranya masing-masing, dan berhak untuk mendapatkan perlakuan yang setara. Disabilitas tidak lagi menjadi kekurangan, melain menjadi kekuatan.
Seluruh masyarakat Asia bisa memanfaatkan momentum pelaksanaan Asian Para Games 2018 untuk memberikan kesetaraan dan kesempatan yang sama bagi siapapun. Berkompetisi secara sehat, mendukung kesetaraan dan mempersatukan Asia. Serta yang lebih penting lagi, memperkuat persaudaran. Seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, banyak nilai yang didapat dari ajang Asian Para Games 2018, seperti spirit kompetisi, nilai kemanusiaan dan persaudaraan. Dan semua orang tentu bisa melakukan itu.
Selamat berkompetisi dan mencatat prestasi di Asian Para Games 2018.
Irak telah melaksanakan pemilihan umum parlemen pertama bulan Mei tahun ini. Hasil dari pemilihan itu ternyata tidak segera dapat diumumkan, karena terjadinya perselisihan di antara para peserta pemilihan umum. Ini menjadi pemilihan pertama di Irak, sejak ISIS yang menguasai Irak dapat dikalahkan.
Hasil pemilihan ini tidak ada yang menjadikan satu partai dengan mayoritas mutlak, dimana dari 329 kursi parlemen, kelompok ulama Syiah, Moqtada Al Sadr, meraih 54 kursi parlemen, kelompok syiah yang didukung Iran, meraih 47 kursi dan kelompok aliansi mantan Perdana Menteri Haider al Abadi dapat meraih 42 kursi, sisanya diisi oleh kelompok lain termasuk partai-partai Kurdi.
Sesuai dengan konvensi yang dibuat sejak Amerika Serikat ikut campur dalam persoalan Irak, maka jabatan Presiden akan dipegang oleh kaum Kurdi, Perdana Menteri oleh kaum syiah dan Ketua Parlemen oleh kaum sunni. Namun tiadanya kesepakatan mengenai siapa wakil Kurdi menjadi presiden membuat dua partai kurdi yaitu Partai Demokrat Kurdistan dan
Persatuan Patriotik Kurdistan di parlemen mengajukan calon masing-masing.
Pemungutan suara dilakukan untuk menentukan siapa Presiden Irak. Hasilnya Barham Salih, seorang politisi kawakan yang pernah menjadi wakil Perdana Menteri, mendapat 219 suara melawan 22 suara yang diperoleh Fuad Hussein. Salih punya 15 hari untuk menunjuk seorang Perdana Menteri. Alih-alih menghabiskan 2 pekan, Salih bergerak cepat dengan menunjuk seorang politisi senior Syiah, Adel Abdul Mahdi sebagai Perdana Menteri yang punya waktu 30 hari untuk membentuk pemerintahan. Meskipun tidak ada yang menjadi mayoritas di parlemen, dan mungkin ada tantangan dalam pembentukan pemerintahan, ini adalah kabar gembira bagi geliat demokrasi di Irak. Kita tidak berharap ada lagi perpecahan di negeri Seribu Satu Malam itu karena tugas berat menanti siapapun yang menjadi pemimpin Irak. Membangun kembali Irak yang hancur karena perang memerlukan kerja keras dan keterlibatan semua pihak.