Setelah mencairnya hubungan Korea Selatan dengan Korea Utara, Jepang nampak berusaha memperbaiki hubungannya dengan Korea Utara. Walaupun masih berupa wacana, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe berencana menemui Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un untuk membicarakan sejumlah masalah antara kedua negara. Keinginan Shinzo Abe itu diungkapkannya dalam forum resmi, yaitu pembukaan sidang Parlemen Senin lalu. Shinzo Abe menyatakan akan langsung bertemu dengan Kim Jong-Un untuk mendorong dimulainya tahap baru hubungan kedua negara. Salah satu yang akan menjadi prioritas menurut Abe adalah pemulihan hubungan diplomatic termasuk penculikan warga negara Jepang yang sedang berwisata ke Korea Utara. Lebih lanjut Perdana Menteri Jepang mengatakan bahwa kunjungannya ke Korea Utara dalam upaya normalisasi diplomatik masa lalu yang tidak menguntungkan. Pernyataan Shinzo Abe ini sangat berbeda dengan apa yang ditegaskannya tahun lalu yang bernada keras dan ancaman terhadap Korea Utara.
Kedua negara bermusuhan sejak terjadinya agresi Jepang di Semenanjung Korea pada era perang dunia kedua. Upaya pencairan permusuhan telah dilakukan pada tahun 90an melalui perundingan. Tetapi upaya perdamaian itu gagal. Korea Utara menuntut Jepang memberikan ganti rugi atas apa yang disebut kerusakan selama masa agresi. Sedangkan Jepang berkeras meminta Korea Utara menghentikan uji coba nuklir sebelum kompensasi diberikan. Ketegangan antara kedua negara pasca perundingan yang mengalami jalan buntu itu semakin memuncak akibat penculikan oleh agen Korea Utara terhadap beberapa warga Jepang yang berkunjung ke Korea Utara. Pemerintah Pyongyang membantah keras terjadinya penculikan penculkan itu.
Ketegangan atas isu penculikan itu melunak dengan adanya informasi bahwa Pyongyang akan membebaskan seorang turis Jepang sebagaimana disiarkan Kantor Berita resmi pemerintah Korea Utara, KCNA. Menurut informasi yang berkembang, penangkapan seorang turis Jepang oleh penguasa Korea Utara disebabkan tuduhan bahwa warga negara Jepang itu merekam dengan video salah satu fasilitas militer Korea Utara.
Apakah pernyataan yang disampaikan secara resmi oleh Perdana Menteri Shinzo Abe dan isyarat pembebasan warga negara Jepang yang ditahan di Korea Utara menjadi pertanda baik dimulainya pemulihan hubungan kedua negara? Sesungguhnya ini masih menunggu proses lebih lanjut. Manakala pemulihan hubungan baik itu dapat terwujud, tentu akan terjadi perubahan geopolitik di Asia khususnya di Asia Timur.
Masuk tahun 2019, Indonesia gencar melakukan promosi di luar negeri. Promosi itu dilakukan Kedutaan Besar Republik Indonesia di negara penempatan dan dalam pertemuan internasional. Beberapa acara yang mendapat sambutan dari masyarakat setempat antara lain, Promosi 10 Bali Baru di Table-Top Meeting di Lithuania, Pameran Produk Indonesia di Pakistan, Pameran Produk Indonesia dalam Pameran Dagang Internasional Khartoum ke-36 di Sudan. Dan yang baru saja berlangsung adalah Indonesia Night, di sela-sela pelaksanaan World Economic Forum 2019 di Davos, Swiss.
Indonesia memang harus gencar mempromosikan diri. Banyak target yang sudah dicanangkan untuk tahun ini. Misalnya, dalam bidang pariwisata. Indonesia menargetkan 20 juta kunjungan wisatawan mancanegara. Meski jumlah kunjungan wisatawan mancanegara hingga November 2018 baru mencapai 14,4 juta, masih dibawah target 17 juta, Indonesia tetap optimis, target 20 juta kunjungan wisatawan mancanegara bisa tercapai.
Penyelenggaraan Indonesia Night di sela-sela World Economic Forum 2019, juga mendapat sambutan masyarakat internasional. Indonesia memang menggunakan acara yang digelar setiap tahun itu untuk memperluas jejaring dan promosi berbagai sektor unggulan. Sekaligus menarik minat pihak bisnis global yang hadir pada World Economic Forum untuk bekerja sama atau berinvestasi di bidang-bidang yang diminati di Indonesia.
Dalam pidato pembukaannya, Wakil Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO dan Organisasi lainnya di Jenewa, Duta Besar Hasan Kleib menegaskan bahwa Indonesia Night lebih dari sekedar promosi postur dan profil Indonesia di Davos. Acara tersebut juga merupakan momentum untuk terus mengetengahkan masa depan cerah Indonesia di tataran global. Indonesia Night juga memberikan kesempatan untuk membangun jejaring dan meningkatkan koneksi antar pemangku kepentingan bisnis dengan mengeksplorasi setiap potensi dan kesempatan bisnis dengan Indonesia.
Indonesia memang harus gencar mempromosikan diri. Agar masyarakat internasional bukan hanya tertarik, tapi melakukan aksi nyata untuk berkunjung dan melakukan investasi. Indonesia harus menunjukkan potensi dan kelebihannya sebagai tujuan investasi. Apalagi dengan adanya regulasi yang mempermudah proses perizinan. Indonesia juga harus mengambil peluang dari momentum perang dagang Tiongkok dan Amerika Serikat,. Misalnya dengan menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi sebagai tujuan yang tepat untuk relokasi usaha. Di samping itu, Indonesia pun harus aktif mempromosikan investasi industri 4.0 serta membentuk citra Indonesia yang sejalan dengan perkembangan teknologi dan inovasi global di berbagai bidang.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk lebih menanggapi dan mendorong upaya mengatasi dampak perubahan iklim terhadap perdamaian dan keamanan internasional.
Menlu Retno Marsudi dalam keterangan tertulis dari Kementerian Luar Negeri RI yang diterima di Jakarta, Sabtu (26/1) mengatakan, perubahan iklim adalah suatu kenyataan yang sedang terjadi saat ini. Pernyataan tersebut disampaikan Menlu dalam pertemuan debat terbuka Dewan Keamanan PBB mengenai Penanganan dampak perubahan iklim terhadap perdamaian internasional di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, pada Jumat (25/1).
Dikatakannya, isu perubahan iklim merupakan isu yang penting karena berdasarkan penelitian United Nations Population Fund (UNFPA), perubahan iklim dalam 100 tahun ke depan akan mengakibatkan kenaikan permukaan air laut di Kota Semarang yang berpotensi menggenangi kawasan pesisir Semarang antara 1,7 hingga tiga kilometer persegi. Menurut Menlu Retno Marsudi, Semarang yang secara ekonomi merupakan kota dinamis memiliki kemampuan untuk beradaptasi atas dampak perubahan iklim. Namun banyak kota dan negara lain yang tidak memiliki kapasitas untuk beradaptasi. Akibatnya akan terjadi kehilangan mata pencaharian masyarakat, kerentanan pangan, kehilangan wilayah serta migrasi yang tidak teratur (irregular migration).
Menlu menegaskan pentingnya mengembangkan kapasitas adaptasi negara terhadap perubahan iklim. Apabila hal itu tidak terwujud, maka potensi ancaman terhadap keamanan internasional, yang merupakan perhatian Dewan Keamanan PBB, akan semakin besar.
Menurut Menlu ada tiga poin terkait peran Dewan Keamanan PBB dalam mendukung upaya penanganan dampak keamanan dari perubahan iklim. Pertama, Dewan Keamanan PBB harus mengonsolidasikan upaya bersama untuk menanggulangi ancaman keamanan yang diakibatkan perubahan iklim. Kedua, pendekatan terhadap pemeliharaan perdamaian (peacekeeping) dan penciptaan perdamaian (peacebuilding) harus mendorong sinergi antara keamanan dan pembangunan. Ketiga, tanggung jawab untuk melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan tanggung jawab masing-masing negara. Selain itu, menurut Menlu, peran organisasi kawasan yang lebih aktif dalam penanganan bencana akibat perubahan iklim, seperti ASEAN untuk kawasan Asia Tenggara, juga penting.
Dikatakannya, ASEAN telah memperkuat kapasitas Pusat Bantuan Kemanusiaan dan Manajemen Bencana ASEAN dalam penanganan bencana alam secara terkordinasi, 'One ASEAN One Response'.
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi mengatakan Indonesia percaya Pemerintah Kolombia memiliki komitmen kuat untuk memajukan proses perdamaian di Kolombia. Hal itu disampaikan dalam pertemuan dengan negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB di New York, yang membahas perkembangan proses perdamaian antara Pemerintah Kolombia dengan kelompok revolusioner bersenjata kolombia FARC ( Fuerzas Armadas Revolucionarias de Colombia) di Markas Besar PBB, New York (23/1).
kemlu.go.id melaporkan pada kesempatan itu Menteri Retno Marsudi mengungkapkan senang Indonesia senang dapat mendukung proses perdamaian di Kolombia. Ia menyampaikan bahwa atas permintaan Pemerintah Kolombia, pada tahun 2015 Menteri Luar Negeri Republik Indonesia dan delegasi Indonesia ke Kolombia untuk membagi pengalaman proses perdamaian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka.
Lebih lanjut Retno Marsudi menekankan bahwa keberhasilan implementasi perjanjian damai antara Pemerintah Kolombia dan FARC, sangat bergantung kepada komitmen seluruh pihak yang terlibat. Dalam upaya mendukung implementasi perjanjian damai Kolombia, Menteri Luar Negeri menyampaikan kesiapan Indonesia untuk bekerja sama dengan Kolombia mendukung program program pasca-konflik khususnya demobilisasi, perlucutan senjata dan reintegrasi. Ia menegaskan Proses reintegrasi dan pembangunan perdamaian pasca-konflik yang efektif adalah kunci dari keberhasilan implementasi perjanjian damai.
Selain proses reintegrasi, Menteri Retno Marsudi juga menekankan pentingnya tantangan-tantangan terhadap keamanan di Kolombia terus dikelola secara tepat, guna mendorong keberhasilan proses perdamaian. Ia menegaskan Penegakan hukum juga harus terus memperhatikan hak asasi manusia.
Retno Marsudi menambahkan perlunya kedua belah pihak menjalankan komitmen yang telah disepakati bersama. Hal ini mengigat kesuksesan proses perdamaian bergantung pada seberapa jauh masing-masing pihak menghormati komitmennya.
Dalam pertemuan, Retno Marsudi menekankan pentingnya seluruh anggota Dewan Keamanan PBB menyatukan pandangan dalam membantu Kolombia menuju perdamaian yang stabil dan abadi. Dukungan DK PBB dan masyarakat internasional diperlukan agar proses perdamaian berjalan mulus.
Penandatanganan kesepakatan damai antara Pemerintah Kolombia dan FARC tahun 2016 merupakan sebuah peristiwa bersejarah yang berrhasil mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama 50 tahun dna salah satu konflik terlama di dunia.