Edisi kali ini, akan memperkenalkan ”BAPONGKA, tradisi penangkapan ikan laut suku Bajo yang menghargai alam”. Tetaplah bersama kami di RRI World Service-Voice of Indonesia yang bisa anda dengar melalui www.voinews.id
Bajo adalah sebuah etnik yang tidak terpisahkan dengan laut, pola pemukiman masyarakat Bajo sangat unik, rumahnya kebanyakan berada di atas air, dahulu kala justru bertempat tinggal di perahu-perahu atau Lepa. Kini orang Bajo telah menyebar di seluruh penjuru nusantara, yang terbanyak di wilayah Sulawesi. Ada satu tradisi penangkapan ikan yang biasa mereka lakukan, yang mengharuskan mereka melakukan perjalanan sampai jauh, tradisi tersebut adalah Bapongka.Bapongka adalah tradisi masyarakat Bajo yang menggunakan peralatan tradisional dan tetap memelihara lingkungan laut dari kerusakan.
Bapongka adalah berlayar mencari nafkah atau hasil-hasil laut ke daerah atau provinsi lain, selama beberapa minggu bahkan beberapa bulan. Mereka pergi melaut secara berkelompok. Setiap kelompok terdiri dari tiga sampai lima perahu, masing-masing perahu terdapat satu orang. Pembentukan kelompok kecil bapongka lebih sering dilakukan berdasarkan kedekatan hubungan. Biasanya kelompok kecil tersebut akan bertemu dengan kelompok kecil yang lain di suatu lokasi penangkapan dan akhirnya membentuk kelompok besar yang jumlahnya bisa mencapai 15 bahkan 20 perahu.
Perahu tradisional yang mereka gunakan disebut lepa, yang dilengkapi cadik dan atap yang terbuat dari daun sagu. Umumnya perahu dijalankan dengan dayung, meskipun saat ini ada beberapa perahu dilengkapi mesin katinting. Pada saat bapongka mereka membawa cukup banyak bahan makanan seperti sagu dan perlengkapan, seperti lampu petromaks, tempat air, perlengkapan memasak dan makan, perlengkapan tidur, perlengkapan memasak teripang, serta peralatan menangkap untuk teripang dan hasil laut lainnya.
Bapongka berdampak baik bagi kelestarian laut, khususnya terumbu karang, karena hanya menggunakan peralatan sederhana. Dalam tradisi Bapongka suku Bajo punya beberapa pantangan yang harus mereka patuhi. Pantangan-pantangan tersebut bagi orang Bajo diyakini dapat mempengaruhi hasil tangkapan, seperti tidak boleh membuang sesuatu di laut saat melakukan Bapongka. Saat sedang Bapongka tidak boleh membuang air cucian beras, arang kayu bekas memasak, ampas kopi, air cabe, air jahe, kulit jeruk , abu dapur ke laut. Pada saat mencuci beras air cuciannya ditampung di dalam perahu, dan akan dibuang setelah mendekati daratan. Demikian juga dengan arang kayu bekas memasak, abu dapur, kulit jeruk, air cabe dan air jahe.
Kesederhanan perahu dan peralatan mengambil hasil laut dan pantangan yang harus dilakukan, dimana mereka tak boleh melanggarnya karena dipercaya akan terjadi bencana karena alam laut diyakini ada penguasa dalam bentuk roh yakni Mbo. Hal-hal ini membuat tradisi Bapongka sangat menghargai dan melestarikan alam, sebagai sebuah kearifan lokal masyarakat Bajo.
Edisi kali ini menghadirkan lagu-lagu bernuansa keroncong yang dibawakan oleh Tuti Maryati. Wanita kelahiran Makasar , Sulawesi Selatan, pada 8 Oktober 1956 ini, juga dikenal dengan nama Tuti Tri Sedya. Kita dengarkan sebuah lagu pertama dibawakan oleh Tuti Tri Sedya berjudul Rayuan Pulau Kelapa.
Rayuan Pulau Kelapa adalah sebuah lagu yang ditulis oleh Ismail Marzuki. Lagu ini bercerita tentang keelokan negeri Indonesia. Pulau-pulaunya yang subur dengan pohon kelapa yang melambai-lambai dan menjadi pujaan rakyatnya sepanjang masa. Lagu ini merupakan salah satu lagu wajib nasional Indonesia.
Tuti Tri Sedya menghabiskan masa remajanya di Bandung, Jawa Barat. Setelah itu ia melanjutkan pendidikannya ke ASMI Jakarta, lalu melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum UPN Veteran, Jakarta. Selama menempuh pendidikan, Tuti Maryati meraih sejumlah prestasi. Pada tahun 1975, ia terpilih dalam pertukaran pelajar pada ‘Indonesia-Canada World Youth Exchange Program’. Dalam dunia tarik suara, namanya mulai dikenal sejak mendapat gelar juara pertama Bintang Radio dan Televisi (BRTV) tahun 1986 untuk kategori keroncong. Sebelumnya ia juga meraih gelar juara pertama lomba keroncong Antar Kotama TNI-Angkatan L aut Se-Jakarta II dan meraih juara kedua pada tahun 1983. Menurutnya, dia tak pernah belajar menyanyi keroncong dan hanya belajar dari mendengar cara menyanyi Waldjinah dan Sundari Soekotjo.
hampir sama dengan lagu sebelumnya, lagu Tanah air merupakan lagu yang menunjukkan rasa cinta dan kekaguman akan keindahan tanah air Indonesia.
pada tahun 1988, Tuti menjadi penyanyi di Istana Negara, yang menyanyi di depan para tamu Negara. Dia juga sempat menjadi pembawa acara, penyanyi sekaligus koordinator acara dalam ‘Gebyar Keroncong’, yang di tayangkan di stasiun televisi nasional TVRI.
Bersama rombongan kesenian Indonesia, ia beberapa kali ikut berkeliling ke berbagai negara. Tuti juga mendirikan Warung Keroncong Gaul (WKG) yang menjadi tempat berkumpulnya insan pecinta keroncong, serta menjadi wadah bagi penyanyi keroncong muda untuk menjajal suaranya. Sanggar tersebut telah melahirkan beberapa penyanyi keroncong muda dan telah masuk dapur rekaman, misalnya Sriyono, seorang tuna netra bersuara emas. Selama karirnya di dunia musik, Tuti telah merilis lebih dari 15 album keroncong telah dirilisnya, baik lagu keroncong lama maupun lagu keroncong baru.
Warna Warni edisi kali ini akan mengajak Anda untuk mengetahui peluang usaha keripik salak.Salak merupakan sejenis palma dengan buah yang bisa dimakan. Dalam bahasa Inggris disebut snake fruit, sementara nama ilmiahnya adalah Salacca zalacca. Buah ini disebut snake fruit karena kulitnya mirip dengan sisik ular. Salak ditemukan tumbuh liar di alam di Jawa bagian barat daya dan Sumatra bagian selatan. Akan tetapi asal usul salak yang pasti belum diketahui. Salak dibudidayakan di Thailand, Malaysia dan Indonesia, ke timur sampai Maluku. Salak terutama ditanam untuk dimanfaatkan buahnya buah.
Ada beberapa jenis salak di Indonesia namun satu jenis salak yang sangat populer di Indonesia bahkan sampai mancanegara yaitu salak pondoh. Daging buahnya berwarna putih kekuningan, keras dan renyah, ditutupi sisik kasar berwarna kecoklatan. Salak pondoh adalah jenis salak yang paling manis rasanya diantara berbagai jenis salak lannya yang dikenal masyarakat Indonesia.
Selain dimakan segar, salak juga biasa dibuat manisan, asinan, dikalengkan, atau dikemas sebagai keripik salak. Keripik adalah sejenis makanan ringan berupa irisan tipis dari umbi-umbian, buah-buahan, atau sayuran yang digoreng di dalam minyak nabati.
Untuk menghasilkan rasa yang gurih dan renyah biasanya dicampur dengan adonan tepung yang diberi bumbu dan rempah tertentu. Secara umum keripik dibuat melalui tahap penggorengan, tetapi ada pula dengan hanya melalui penjemuran, atau pengeringan.
Keripik dapat berasa dominan asin, pedas, manis, asam, gurih, atau paduan dari kesemuanya. Keripik singkong banyak diproduksi di kota Bandung dengan berbagai macam rasa dan varian. Pesona Yogyakarta tidak hanya dari budaya saja, tapi juga makanan. Selain gudeg dan bakpia, di Yogyakarta juga ada keripik salak pondoh yang banyak diminati wisatawan. Usaha pembuatan keripik salak pondoh ini mampu meraih omzet hingga puluhan juta rupiah.
Dari 10 kilogram (kg) buah salak pondoh bisa menghasilkan satu kilogram keripik salak pondoh, Sebelum menjadi keripik, buah salak pondoh mesti masuk penggorengan terlebih dulu selama kurang lebih 2 jam. Harga keripik salak pondoh, dijual Rp 120.0000 per kg. Surya Agung salah satu produsen keripik salak pondoh mengatakan bahwa pasarnya adalah pengunjung yang datang ke pusat oleh-oleh khas Yogyakarta. Surya menambahkan, ia membuat keripik salak pondoh sejak tahun 2009. Mulanya, ia memproduksi keripik salak pondoh bertujuan membantu petani salak yang kesulitan memasarkan buah salak yang di bawah kualitas pasar.
Setiap bulan Surya hanya mampu memproduksi lebih dari 200 kg per bulan. Surya mengaku, permintaan keripik salak pondoh cenderung meningkat. Tapi, ia tak bisa memenuhi permintaan tersebut karena keterbatasan produksi. Oleh sebab itu, Surya menolak tawaran memasok keripik salak ke Singapura sebanyak 1 ton per bulan. Walaupun banyak permintaan datang, Surya mengaku hanya bisa menyuplai keripik salak pondoh untuk tiga toko oleh-oleh di kota Yogyakarta.
Kondisi yang hampir sama juga dialami oleh Joko Kendarto, pemilik toko oleh-oleh khas Yogyakarta yang menjual keripik salak pondoh. Ia mengatakan, permintaan keripik salak pondok meningkat karena rasanya yang legit, gurih dan manis. Joko menambahkan, walaupun sudah menjadi keripik yang renyah, namun cita rasa salak pondoh tak berubah. Rasa buah salak pondoh itu tidak banyak berubah, meski sudah mengalami proses penggorengan dengan temperatur 70 derajat celcius. Meskipun mahal, ia yakin harga keripik salak itu setara dengan sensasi rasa yang ditawarkan.
Apakah Anda tertarik untuk menjadi pengusaha keripik salak pondoh?. Baiklah pendengar demikian informasi mengenai peluang usaha keripik salak pondoh. Terimakasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada Warna Warni edisi berikutnya.
Di bagian Timur pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, terdapat sebuah perkampungan nelayan yang mayoritas adalah Suku Bajo yang berasal dari Sulawesi Selatan. Perkampungan itu bernama Kampung Wuring, sebuah perkampungan nelayan yang terletak di pinggiran kota Maumere, tepatnya di Kelurahan Wolomarang, Kecamatan Alok Barat.Kampung Wuring adalah perkampungan yang rumah penduduknya banyak didirikan di atas laut. Karena itu, ketika mengunjungi perkampungan ini, anda akan disajikan dengan pemandangan laut yang sangat indah. Kampung nelayan memang banyak ditemui di Indonesia, tetapi ada yang membedakan antara Kampung Wuring dengan kampung nelayan lainnya, yaitu meskipun wilayah pantai digunakan untuk tempat tinggal warga, air lautnya masih cukup jernih.
pada tahun 1992, saat di Flores terjadi bencana gempa dan tsunami, kampung yang perumahannya berdiri di atas air laut ini, hancur tersapu gelombang tsunami dan memakan banyak korban. Setelah bencana tersebut, ada beberapa penduduk yang pindah ke lokasi lain, namun sebagian besar memilih untuk tetap membangun kembali rumah mereka.
masyarakat Kampung Wuring terkenal sangat ramah. Mereka akan menyapa dengan senyum ketika berpapasan dengan pendatang yang memasuki wilayah mereka. Bagi anda yang ingin mengunjungi kampung ini tidaklah terlalu sulit karena jalur darat yang ada cukup mudah dilalui. Dari kota Maumere, anda akan menuju jalan Trans Flores yang menuju arah barat, setelah 1 km dari kota, akan ada belokan, pilih jalur arah kanan dan selanjutkan anda akan tiba di Kampung Wuring.