Sebuah laboratorium teknologi simulasi canggih yang dilengkapi Augmented Reality atau Realitas tertambah dan Virtual Reality atau Realitas Maya di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, diresmikan Rabu (28/11/2018). Laboratorium ini dapat menghubungkan via teknologi awan tiga laboratorium di tiga perguruan tinggi unggulan Indonesia, setelah sebelumnya telah hadir di Universitas Indonesia (UI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Augmented Reality atau Realitas tertambah adalah teknologi yang menggabungkan benda maya dua dimensi dan ataupun tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata tiga dimensi lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut dalam waktu nyata. Sedangkan Virtual Reality atau Realitas Maya adalah sebuah teknologi yang membuat pengguna atau user dapat berinteraksi dengan lingkungan yang ada dalam dunia maya yang disimulasikan oleh komputer, sehingga pengguna merasa berada di dalam lingkungan tersebut.
Peresmian laboratorium canggih ini tentu saja tidak lepas dari upaya Indonesia dalam menghadapi era teknologi 4.0. Melalui laboratorium itu, tiga universitas tersebut, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada dan Institut Teknologi Bandung (ITB), dapat berkolaborasi lebih erat dalam mengembangkan pengetahuan para insinyur masa depan Indonesia, khususnya di bidang teknologi Industri 4.0.
Ya, istilah Industri 4.0 semakin akrab di telinga masyarakat Indonesia akhir-akhir ini. Bahkan, Presiden Joko Widodo telah meresmikan Making Indonesia 4.0 pada April lalu sebagai peta jalan (roadmap) Industri 4.0 untuk meningkatkan nilai tambah industri manufaktur dalam negeri sehingga bisa bersaing secara global.
Jelas, revolusi Industri 4.0 terkait erat dengan peningkatan Sumber Daya Manusia. Dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0, sektor pendidikan tinggi memainkan peran penting untuk mendukung ekonomi bangsa dan meningkatkan daya saing bangsa. Perguruan tinggi juga diharapkan dapat terus meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan tinggi agar mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Perguruan Tinggi merupakan lembaga pendidikan formal yang diharapkan dapat melahirkan tenaga kerja kompeten dan siap menghadapi industri kerja yang kian berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Keahlian kerja, kemampuan beradaptasi dan pola pikir yang dinamis menjadi tantangan bagi sumber daya manusia, di mana seharusnya dapat diperoleh saat mengenyam pendidikan formal di Perguruan Tinggi. Indonesia 4.0 yang diharapkan dapat dicapai dengan manusia Indonesia yang mumpuni dalam ilmu dan teknologi.
Keberadaan pemilih penyandang disabilitas mental kembali ramai dibincangkan akhir-akhir ini. Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mendata penyandang disabilitas mental ke dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019. Namun penyandang disabilitas mental disyaratkan untuk membawa surat rekomendasi dari dokter untuk dapat mencoblos. Surat itu berisi keterangan bahwa penyandang disabilitas mental dalam keadaan sehat dan dapat menggunakan hak pilihnya.
Menurut KPU, merujuk pada aturan perundang-undangan, penyandang disabilitas mental pada dasarnya tidak dapat melakukan tindakan hukum, sehingga tindakannya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban.
Pernyataan Komisi Pemilihan Umum mendapat penolakan dari berbagai pihak. Diantaranya dari Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia dan Jaringan Rehabilitasi Psikososial Indonesia. Menurut mereka, pemilih penyandang disabilitas mental tidak memerlukan surat rekomendasi dari dokter untuk dapat menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu. Alasannya, persyaratan itu tidak dicantumkan dalam peraturan perundang-undangan, termasuk UU pemilu. Penyandang disabilitas mental dipandang bersifat kronik dan episodik atau kambuhan. Jika periode kambuhan terjadi pada hari pemungutan suara, penyandang disabilitas mental tidak dimungkinkan menggunakan hak pilihnya. Namun, di luar periode episodik, pemikiran, sikap, ingatan, dan perilaku penderita tetap memiliki kapasitas untuk memilih dalam Pemilu.
Dalam menangani perbedaan pandangan ini tentu diperlukan pemikiran yang jernih. Semua pihak harus memahami bahwa derajat atau tingkat disabilitas mental seseorang itu berbeda-beda. Bagi penyandang disabilitas mental ringan yang berdasarkan hasil analisis atau pemeriksaan dokter dinyatakan tidak berat tentu tidak ada masalah untuk menggunakan hak pilihnya. Namun bagi mereka yang mengalami gangguan mental berat atau permanen sudah tentu tidak akan bisa menggunakan hak pilihnya, karena apa yang harus dilakukan dengan kertas suara yang diberikan padanya pun tidak akan dmengerti. Sementara jika didampingi oleh orang lain di dalam mencoblos, maka prinsip pemilihan yang langsung, bebas dan rahasia juga tidak terlaksana.
Artinya, hak semua warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk memberikan suara harus tetap dijaga. Sebaliknya, jika syarat-syaratnya termasuk kesehatan jiwa tidak dipenuhi, maka haknya seharusnya gugur.
Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita menyatakan, posisi Indonesia terbuka bagi ide-ide reformasi dan modernisasi Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization -WTO dalam menjalankan fungsinya. Reformasi WTO akan membawa perubahan positif bagi sistem perdagangan multilateral, dan diharapkan tetap mampu mengakomodasi kepentingan negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal tersebut disampaikan Menteri Enggartiasto usai bertemu dengan Direktur Jenderal WTO, Roberto Azevedo, di kantor WTO, Jenewa, Swiss, Kamis (22/11).
Enggartiasto mengatakan, Indonesia terbuka terhadap berbagai ide terkait reformasi WTO, selama dapat mengakomodasi kepentingan seluruh anggota. Oleh karena itu, WTO sebaiknya tidak melupakan dan mengabaikan hal-hal yang belum terselesaikan, seperti perundingan putaran Doha dan hal lainnya, serta tetap memerhatikan kepentingan negara berkembang dan negara kurang berkembang. Sementara itu, sebagai koordinator G-33, Indonesia juga menginginkan agar reformasi WTO juga terus memerhatikan hal-hal seperti kepemilikan saham publik dan mekanisme perlindungan khusus.
Terkait hal tersebut, Menteri Enggartiasto menggarisbawahi tanggapan Direktur Jenderal WTO, Roberto Azevedo, yang menegaskan bahwa WTO tidak akan mengabaikan hal yang belum terselesaikan.
Menteri Enggartiasto menjelaskan, usulan untuk mereformasi WTO didasarkan pada semakin merebaknya ketidakpastian pada sistem perdagangan dunia. WTO juga dinilai semakin melemah dalam menjalankan fungsinya, terutama terlihat dari tidak berkembangnya penyelesaian perundingan putaran Doha, proteksionisme yang banyak dilakukan negara anggota, dan tekanan perdagangan yang meningkat, ancaman blokade Amerika Serikat terhadap pengisian anggota Appellate Body, serta kurang efektifnya sistem monitoring WTO. Dengan demikian, usulan reformasi dan modernisasi mencakup tiga fungsi WTO, yaitu monitoring, mekanisme penyelesaian sengketa, dan negosiasi.
Menteri menambahkan, usulan reformasi dan modernisasi WTO sebelumnya telah disepakati oleh beberapa negara pendukung seperti Kanada, Australia, Brasil, Chile, Jepang, Kenya, Korea, Meksiko, Selandia Baru, Norwegia, Singapura, Swiss, dan Uni Eropa melalui pertemuan Komunikasi Bersama di Ottawa, Kanada, 24 dan 25 Oktober lalu.
Terkait dengan monitoring dan transparansi, negara-negara pendukung reformasi WTO berpendapat, sistem monitoring WTO harus diperkuat untuk mengatasi tekanan perdagangan yang meningkat akhir-akhir ini. Menurut Enggartiasto Lukita, Indonesia juga terbuka terhadap usulan penguatan sistem dan transparansi WTO, namun juga dengan catatan agar mempertimbangkan tantangan yang dihadapi negara berkembang supaya mampu memenuhi komitmen ini. Sekian Indonesiaku.
Wakil Ketua MPR, Mahyudin dalam diskusi Empat Pilar di Media Center MPR/DPR/DPD, Jakarta (22/11) seperti dikutipkoranjakarta.com mengatakan pemikiran untuk menghadirkan kembali nilai- nilai moral Pancasila, dalam sistem ketatanegaraan Indonesia sudah berlangsung sejak lama. Menurut Mahyudin, salah satunya MPR mengusulkan dikeluarkannya keputusan untuk melakukan reformulasi sistem perencanaan pembangunan model Garis-garis Besar Haluan Negara melalui kurikulum pendidikan Pancasila di sekolah dasar. Mahyudin menilai empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara yang disosialisasikan MPR RI akan lebih efektif jika dimasukkan dalam kurikulum dan menjadi mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar. Selain itu, Mahyudin juga meminta pemerintah merancang dan mengimplementasikan ideologi Pancasila ke dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.
Mahyudin menjelaskan agar aspek moralitas anak-anak atau para remaja berada pada lingkungan yang tahu etika. Menurutnya, anak-anak muda saat ini sangat menguasai penggunaan alat-alat elektronik. Ia menjelaskan implementasi nilai-nilai Pancasila yang paling penting dan mendasar adalah kaya dalam hal pembentukan moral. Menurut Mahyudin kelebihan mata pelajaran moral Pancasila yang diberikan di sekolah, akan diterima oleh seluruh rakyat Indonesia yang sekolah di TK dan SD sampai ke pelosok. Mahyudin mengakui, sosialisasi empat pilar yang dilakukan MPR RI ke berbagai daerah di Indonesia, masih terbatas, tempatnya yakni hanya di kota-kota, tidak sampai ke tingkat desa.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Ma'ruf Cahyono saat memberikan Seminar Kebangsaan kepada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) (24/11) seperti dikutipindopost.co.id meminta generasi muda untuk memahami demokrasi Pancasila di era digital. Ma'ruf mengatakan generasi millenial itu harus menjadi satu kelompok sasaran utama dan prioritas, karena ini adalah generasi yang meneruskan perjuangan bangsa. Generasi sekarang harus memiliki daya tahan, terutama terhadap pemahaman dan pelaksanaan jati diri bangsa.