Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita menandatangani Pernyataan Bersama (Joint Statement) diselesaikannya perundingan Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia-European Free Trade Association/EFTA (IE-CEPA), di Sekretariat EFTA,Jenewa, Swiss, Jumat (23/11). Penandatanganan tersebut dilakukan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita bersama empat menteri Negara EFTA, yang terdiri dari Swiss, Liechtenstein, Islandia, dan Norwegia. Penandatanganan ini menandai diselesaikannya perundingan antara Indonesia dengan negara-negara EFTA melalui skema Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA). Menteri Perdagangan Enggartiasto mengatakan, kelima negara sangat berbahagia dan bersyukur perundingan IE-CEPA yang telah memakan waktu tujuh tahun ini akhirnya diselesaikan. Penyelesaian ini merupakan tonggak sejarah bagi hubungan RI dengan ke empat negara EFTA.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita seperti dirilis Kementerian Perdagangan menyatakan langkah selanjutnya adalah melakukan “legal scrubbing” dan penerjemahan sehingga secara teknis dan legal, IE-CEPA siap ditandatangani. IE-CEPA djadwalkan akan ditandatangani di Jakarta pada Desember 2018. Indonesia dan EFTA memang berkomitmen menyelesaikan perundingan pada tahun ini. Oleh sebab itu para perunding bekerja secara intensif menyelesaikan isu-isu yang masih tersisa dan akhirnya perundingan berhasil diselesaikan pada 1 November 2018 di Bali. Dengan IE-CEPA maka akses pasar barang antara Indonesia dan EFTA akan semakin luas, termasuk jasa dan investasi serta kerja sama ekonomi dan pengembangan kapasitas.
Pada perdagangan barang, Indonesia akan memperoleh peningkatan akses pasar ke EFTA, antara lain untuk produk-produk perikanan, industri yaitu tekstil, furnitur, sepeda, elektronik, dan ban mobil, serta pertanian, termasuk kopi dan kelapa sawit. Pada perdagangan jasa, akses pasar bagi para pekerja Indonesia (Intra Corporate Trainee, Trainee, Contract Service Supplier, Independent Professional, serta Young Professional) ke EFTA akan lebih terbuka. Contohnya, sektor jasa yang akan memperoleh keuntungan antara lain jasa profesi, telekomunikasi, keuangan, transportasi, dan pendidikan. Indonesia juga akan memperoleh peningkatan investasi dari negara anggota EFTA pada sektor energi dan pertambangan, permesinan, pertanian, infrastruktur sektor perikanan, kehutanan, industri kimia, dan lain sebagainya.
Selain itu, Indonesia akan mendapatkan kerja sama dan capacity building, misalnya dalam sektor perikanan dan aquamarine, promosi ekspor, pariwisata, UMKM, Hak Kekayaan Intelektual (HKI), sustainability, maintenance, repair and overhaul (MRO), pendidikan vokasional, dan lainnya. EFTA merupakan kelompok dagang di kawasan Eropa yang belum Indonesia jajaki dan kembangkan potensi pasarnya. Enggartiasto menegaskan, dengan diselesaikannya IE-CEPA, diharapkan pemanfaatan pangsa pasar yang ada di masing-masing negara dapat dioptimalkan serta pintu masuk ke pasar Uni Eropa. Mendag Enggartiasto juga mengharapkan perjanjian ini bisa menciptakan landasan untuk mengejar ketertinggalan dari negara ASEAN lainnya, khususnya Filipina dan Singapura, yang telah menyelesaikan perjanjian perdagangan dengan EFTA.
Menjadi guru bukan sekedar memiliki profesi. Menjadi guru adalah panggilan hati dalam menjalankan amanah. Hal ini karena guru merupakan suri tauladan masyarakat, sesuai dengan akronim Jawa untuk kata guru, yaitu digugu(diikuti) dan ditiru.
Guru selalu digugu, dalam artian, perkataannya harus bisa dijadikan panutan. Oleh karena itu, seorang guru harus memiliki kewibawaan dan juga wawasan yang cukup tinggi. Karena apapun yang diucapkannya akan dianggap benar oleh siswa maupun masyarakat di sekitarnya. Seorang guru juga harus bisa ditiru ucapannya, semangatnya serta budi pekertinya.
Menjadi guru, terutama di era seperti sekarang ini, memang memiliki tantangan tersendiri. Tidak saja terkait pesatnya teknologi informasi yang berkembang saat ini, namun juga siswa yang dihadapinya, yaitu siswa dari Generasi Y atau milenial, yang lahir di atas tahun 1980-an hingga 1997, dan generasi Z, yang lahir sesudahnya atau yang sering disebut sebagai generasi internet.
Sekolah saat ini menjadi lingkungan pembelajaran yang mempertemukan dua generasi yang berbeda. Mereka adalah guru yang berasal dari Generasi X, yang lahir antara tahun 1965-1980, dan siswa dari Generasi Milenial dan Generasi X, yang lahir di era internet.
Pertemuan antara generasi yang berbeda ini jika tidak disikapi dengan cermat, tentu akan menciptakan berbagai benturan. Guru banyak yang memiliki kemampuan minim di bidang teknologi. Cara berpikirnya pun kerap dianggapkalah cepat dalam merespon laju perkembangan arus informasi dan teknologi di banding siswa yang akrab dengan perkembangan teknologi. Guru seperti ini mungkin akan menjadi sosok pendidik yang menjemukan, bahkan akan menghambat tumbuhnya potensi siswa.
Siswa di era milenial kerap dituding memiliki sikap manja, memiliki motivasi belajar yang rendah, dan terlalu banyak menghabiskan waktu di depan televisi, komputer atau telepon pintar. Mereka dicap sebagai generasi galau, labil dan tidak konsisten karena mereka tidak betah diam di satu tempat dalam jangka waktu yang lama.
Untuk mengatasi hal ini, sekolah atau guru harus kreatif dalam menciptakan suasana belajar yang nyaman dan tidak kaku. Siswa generasi milenial dan generasi X berbeda dengan generasi sebelumnya yang harus duduk mulai pagi sampai siang di dalam kelas. Sebagai generasi yang akrab dengan dunia digital, mereka memiliki informasi dalam genggaman melalui gawai atau telepon pintar. Artinya, kesempatan belajar tidak harus di dalam kelas. Mereka bisa mengakses informasi di mana saja dan kapan saja. Yang dibutuhkan dari guru adalah pengawasan yang proporsional karena mereka tetap manusia yang membutuhkan feedback atau umpan balik, perhatian dan penghargaan dari guru dan orangtua.
Guru juga tidak lagi selalu berperan sebagai ‘atasan’ yang memberi perintah yang wajib dituruti. Siswa milenial memerlukan figur guru yang peduli, gemar berdiskusi dan memberikan bimbingan dalam komunikasi yang sejajar dan tidak memberi nasehat yang menggurui.
Di atas semua itu, kompetensi guru harus ditingkatkan terutama dalam penguasaan teknologi informasi sehingga pengetahuan guru semakin meningkat yang tentu saja akan berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan.
Saudara,Sebanyak, 3446 guru mengikuti Akademi Pelatih NBA Yunior di Gedung Olahraga-GOR Kertajaya Surabaya, Jawa Timur Rabu (21/11/2018). Mereka bagian dari 12.000 guru yang akan mengikuti program pelatihan bola Basket yang digelar propinsi Jawa Timur, bekerja sama dengan NBA - National Basketball Association dari Amerika Serikat. Akademi pelatihan NBA Yunior di Jawa Timur berlangsung Kamis (22/11). Program tersebut bertujuan mengembangkan olah raga bola basket di masyarakat, terutama kalangan pelajar, sejak jenjang pendidikan anak usia dini-PAUD hingga sekolah lanjutan tingkat Atas-SLTA. Para guru yang telah dilatih diharapkan selanjutnya mendorong dan memfasilitasi pelajar untuk bermain bola basket. Para guru juga diminta membuat dan mengaplikasikan panduan pelatihan sesuai dengan kurikulum program sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler.
Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga Jawa Timur, Supratomo mengatakan, para guru didorong mencari dan mengembangkan bakat atlet dalam diri siswa. Jika guru dapat melaaksanakan pelatihan dengan benar, siswa bisa menjadi atlet yang hebat pada masa depan. Jika banyak bermunculan atlet muda dari Sekolah, negara tidak kekurangan dalam mencari dan menyiapkan atlet untuk ajang internasional. Hingga kini Jawa timur merupakan salah satu propinsi pemasok atlet nasional. Cabang-cabang yang secara tradisi kuat di Jawa Timur meliputi panahan, atletik, renang, senam, balap sepeda, gulat sepakbola dan bola voli yang semuanya di lombakan di Olimpiade. Selain itu, ada bela diri ( pencak silat, karate, judo, taekwondo, tarung derajat.)
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Jawa timur, Saiful Rachman sepakat bahwa sekolah harus aktif memantau, membina, dan mengembangkan minat bakat siswa dalam keolahragaan. Sedangkan Wakil Presiden Kemitraan global NBA untuk Asia, Francesco Suarez mengatakan, program akademi telah menjadi sarana untuk mengenalkan bola basket kepada para guru di Indonesia. Pengembangan olah raga diyakini berdampak positif bagi pengembangan generasi muda.
NBA Yunior merupakan program partisipasi basket secara global untuk anak-anak. Di dalamnya diajarkan keahlian dasar dan nilai nilai inti pertandingan. Menurut Suarez, NBA Yunior dalam kurun dua tahun terakhir menjangkau 26 juta anak di 71 negara lewat kegiatan kamp, klinik, tantangan ketrampilan dan pertandingan liga. Keberadaan program NBA Yunior tak terlepas dari ekspansi NBA sebagai bisnis olahraga dan media global. Adapun laga NBA telah disiarkan 215 negara serta dalam 50 bahasa. Sekian, Indonesiaku hari ini.
Rabu lalu (21 November 2018), Perdana Menteri Inggris Theresa May bertemu dengan para petinggi Uni Eropa untuk menyepakati cetak biru perpisahan Inggris dari Uni Eropa. Rencananya cetak biru itu akan ditandatangani para pemimpin Uni Eropa itu hari minggu esok (25 November 2018). May datang untuk menyelesaikan beberapa soal yang masih menjadi ganjalan. Setidaknya ada 3 masalah yang harus diselesaikan. Yaitu ketegangan antara Inggris dan Spanyol soal Gibraltar, perikanan dan aliran barang.
Persoalan antara Inggris dengan Spanyol cukup tajam karena Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez mengancam akan memveto semua kesepakatan Brexit jika masa depan Gibraltar tidak bisa diselesaikan secara bilateral. Meskipun cukup keras, suara Sanchez dianggap oleh banyak diplomatEropa sebagai “jualan” untuk mengangkat popularitasnya menjelang Pemilu. Di kubu Uni Eropa sendiri, ada keinginan agar persoalan ini tidak sampai harus diselesaikan melalui pemungutan suara. Uni Eropa ingin agar kesepakatan ditandatangani secara bulat.
Sementara itu masalah perikanan diharapkan dapat segera diselesaikan. Perancis menginginkan cetak biru kesepakatan memberikan kejelasan akses bagi nelayan Perancis ke perairan Inggris. Tetapi di sisi lain Jerman kurang sepakat, karena lebih menginginkan semua anggota fokus pada finalisasi masa depan hubungan Uni Eropa dengan Inggris.
Tidak hanya dengan Uni Eropa, Theresa May sendiri menghadapi krisis kepercayaan dari dalamnegri. Satu rintangan sudah dihadapinya yaitu mosi tidak percaya dari partainya sendiri, Konservatif, yang dimotori Jacob Rees-Mogg yang ingin menggeser posisi May dari kursi ketua partai. Selain itu May juga harus meyakinkan koalisinya di Irlandia Utara, DUP, yang akan menolak kesepakatn Brexit karena melemahkan kedaulatan Inggris. Masih ada lagi ganjalan bagi May yaitu rencana voting kesepakatan Brexit oleh Majelis Rendah Inggris pada bulan Desember mendatang. Soal masih muncul lagi karena dukungan referendum kedua yang menguat dengan setidaknya ada 700 ribuan orang yang mendukung.
Kalau sebelum-sebelumnya May menolak opsi referendum kedua, maka saat ini May menganggap No Brexit sebagai opsi juga. Dengan berbagai situasi ini rasanya May perlu bekerja ekstra keras baik dengan UE maupun dengan urusan domestiknya. Pilihannya tinggal sukses Brexit atau ada referendum No Brexit.