Bertemu PM Modi, Presiden Jokowi Ingin Tingkatkan Kerjasama Ekonomi
Di sela-sela pelaksanaan KTT ASEAN-India, Presiden Joko Widodo mengadakan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri India Narendra Modi di Hotel Taj Diplomatic Enclave, New Delhi, India, Kamis 25 Januari 2018.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi menyampaikan pentingnya upaya peningkatan kerjasama ekonomi karena perdagangan bilateral kedua negara sebenarnya mulai tumbuh sejak tahun lalu namun masih jauh dari potensi sebenarnya.
“Oleh karena itu upaya meningkatkan perdagangan harus terus dilakukan termasuk menghilangkan hambatan perdagangan,” kata Presiden.
Hal lainnya yang disampaikan Presiden Jokowi adalah kenaikan tarif bea masuk yang cukup tinggi terhadap vegetables oil ke India.
Kenaikan tarif kelapa sawit akan berdampak terhadap ekspor palm oil Indonesia. “Jika ekspor sawit Indonesia berkurang, saya yakin akan berpengaruh juga pada pemenuhan kebutuhan pasar India yang semakin meningkat,” kata Presiden.
Oleh karenanya, Presiden Jokowi sangat mengharapkan pemerintah India dapat mempertimbangkan kembali kebijakan tarif terhadap vegetables oil.
Sedangkan mengenai arsitektur kawasan Indo-Pasifik, Presiden Jokowi ingin mengajak negara kunci di kawasan untuk membahas konsep Indo Pasifik.
“Saran saya, konsep ini dikembangkan berdasar keterbukaan, inklusif, dilandasi spirit kerja sama,” ucap Presiden Jokowi.
Sebagai negara yang sangat aktif di IORA, Presiden Jokowi meyakini PM Modi akan sepakat untuk memperkuat IORA. “Agar Lingkar Samudera Hindia dapat menjadi kawasan yang stabil dan sejahtera,” tutur Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi juga mengapresiasi dukungan India terhadap ASEAN-led Mechanism termasuk East Asia Summit (EAS).
“Indonesia telah mengusulkan dimulainya kerja sama maritim dalam EAS yang juga didukung India,” ucap Presiden Jokowi.
Oleh karena itu ke depan, kerja sama maritim akan menjadi salah satu prioritas kerja sama kedua negara.
Sementara itu di awal pertemuan, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa hubungan bilateral Indonesia-India semakin kokoh, khususnya sejak pertemuan Presiden Jokowi dengan PM Modi pada Desember 2016 di India.
“Untuk menjaga momentum kerja sama yang erat ini, saya mengundang Yang Mulia untuk berkunjung ke Indonesia tahun ini,” ucap Presiden Jokowi.
Di Indonesia nanti, Presiden Jokowi mengajak PM Modi untuk membahas kerjasama bilateral secara detail.
Turut hadir mendampingi Presiden, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Koordinator Staf Khusus Presiden Teten Masduki dan Duta Besar Republik Indonesia untuk India Sidharto Suryodipuro.
New Delhi, 25 Januari 2018 Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden
Sementara di Davos, Swiss, diadakan pertemuan ekonomi tahunan dunia World Economic Forum-WEF, di belahan bumi lainnya, di Tokyo, Jepang, para menteri dari 11 negara anggota Trans Pacific Partnership-TPP, bertemu untuk melanjutkan organisasi multilateral itu tanpa AS.
Selasa 23 Januari lalu Perdana Menteri India, Narendra Modi dalam Forum Economi Dunia, WEF, di Davos, Swiss, menyatakan bahwa kilau dari globalisasi kini sudah meredup. Penghalangnya adalah sikap proteksionis dari beberapa negara. Meski tidak menunjuk nama, sasaran dari pernyataan ini adalah Amerika Serikat. Sejak Trump berkuasa, Amerika Serikat menunjukkan sikap protektsionis dalam perdagangan. Salah satunya adalah dengan meninggalkan kesepakatan Trans Pacific Partnership ( TPP).
Dalam forum yang sama tahun lalu, saat Trump baru akan masuk Gedung Putih, Presiden RRT Xi Jin Ping sudah pernah menyampaikan pandangan soal perdagangan bebas. Tidak ingin tertinggal dari RRT, Modi tahun ini ingin India menjadi contoh perdagangan bebas dengan membuka lebar pintu bagi investasi.
Sebagai salah satu negara yang tumbuh cepat dalam kelompok BRICS, Brazil, India, China, Rusia dan Afrika Selatan, India merasa tertinggal dari RRT dan berupaya membangun kemitraan dengan negara-negara Asia Tenggara.
Sepulangnya dari Davos, dalam rangka lebih mempererat kerjasama dengan negara-negara Asia Tenggara, Modi mengundang 10 negara ASEAN untuk merayakan Hari Republik India, yang jatuh hari Jum’at (26 Januari). Meskipun punya pengaruh budaya di hampir semua negara ASEAN, dan telah menerapkan kebijakan Act East, atau dekati Asia, tingkat perdagangan India dengan ASEAN baru mencapai 470 juta dollar di tahun 2016-2017. Angka itu hanya seperenam dari nilai perdagangan RRT-ASEAN.
India mencoba mendekati ASEAN karena RRT telah melakukan pendekatan dan diterima di kawasan Asia Selatan dengan membangun infrastruktur dan energi di Pakistan dan Sri Lanka. Namun beberapa negara Asia Tenggara yang bersengketa dengan RRT mengharapkan peran India yang lebih besar di kawasan.
Bagi Indonesia niat India yang tidak ingin kehilangan pengaruh di Asia Tenggara dan ASEAN adalah hal yang wajar. Sebagai negara dengan politik luar negeri bebas aktif, Indonesia menyambut niat itu, dan menghadiri perayaan Hari Republik India dengan sebuah delegasi di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo. Namun tentunya Indonesia tidak ingin terombang ambing dalam tarik menarik pengaruh dari negara lain, termasuk India dan RRT.
Kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Sri Lanka merupakan momen yang sangat bersejarah. Ini adalah kunjungan pertama kali presiden Indonesia setelah 39 tahun lalu. Tahun ini juga Indonesia dan Sri Lanka memperingati 66 tahun hubungan diplomatik. Hal itu dikatakan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kepada wartawan di Colombo, Sri Lanka, Rabu (24/1) malam. Retno juga menyampaikan Presiden Jokowi telah bertemu empat mata dengan Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena.
Sementara itu siaran pers resmi Istana Kepresidenan memberitakan, kedua kepala negara menyepakati sejumlah kerja sama. Seluruh kerja sama itu berada di bidang perdagangan dan ekonomi. Pertama, kedua negara sepakat membentuk Free Trade Agreement (FTA). Presiden Jokowi meminta negosiasi FTA dilaksanakan secara bertahap, dimulai dengan negosiasi Trade in Goods (TIGs). Ia berharap, negosiasi tidak lebih dari dua tahun. Untuk memperlancar proses negosiasi, Pemerintah Indonesia dan Sri Lanka sepakat untuk membentuk kelompok kerja (Pokja) perdagangan dan investasi. Kesepakatan kedua adalah Presiden Jokowi menyatakan kesiapan salah satu BUMN, yakni PT INKA untuk mengekspor gerbong penumpang/barang ke Sri Lanka. Kesepakatan ketiga, Indonesia dan Sri Lanka akan bekerja sama di bidang penanganan bencana dan pendidikan. Kerja sama ini digagas karena kedua negara sama-sama negara yang berpotensi tinggi dalam hal bencana.
Selain itu, Presiden juga menyampaikan ketertarikan Indonesia untuk turut berpartisipasi di dalam pembangunan infrastruktur di Sri Lanka yang tengah dilakukan secara besar-besaran. Menurut presiden Jokowi Badan Usaha Milik Negara BUMN Indonesia telah melakukan kontrak termasuk untuk pembangunan jalan layang yang menghubungkan New Kelani Bridge dan Rajagiriya.
Perdana Menteri Sri Lanka Wickremesinghe menyambut baik keinginan Indonesia tersebut. Apalagi, anggaran negara Sri Lanka sangat terbatas. Wickremesinghe mengatakan kerja sama tersebut dijajaki melalui pembiayaan Publik Private Partnership.
Dengan terjalinnya kerja sama yang semakin banyak, diperlukan adanya wadah konsultasi yang sifatnya reguler. Kedua kepala negara juga sepakat akan dibentuk Joint Consultant Meeting secara reguler yang akan diketuai menteri luar negeri kedua negara.
Di sela-sela kunjungan, juga dilakukan pertemuan bisnis antara Indonesia dan Sri Lanka. Telah pula ditandatangani MOU Kerja Sama antara Kamar Dagang dan Industri kedua negara. Turut hadir mendampingi Presiden Jokowi dalam pertemuan bilateral tersebut, antara lain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Duta Besar Indonesia untuk Sri Lanka I Gusti Ngurah Ardiyasa, dan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya TNI Muhammad Syaugi.
Indonesia khususnya Jakarta memiliki kesempatan untuk menarik masuk investasi asing di tahun 2018. Karena upah tenaga kerja di Indonesia bersaing dengan upah tenaga kerja Tiongkok, yang menjadi salah satu negara tujuan investasi pemilik modal dunia. Hal tersebut disampaikan oleh Head of Economic and Research salah satu Bank swasta, Enrico Tanuwidjaja, dalam acara Business Outlook 2018 terkait Bagaimana Bisnis di Tahun Politik, Seperti Apa Tantangan dan Peluangnya? Yang berlangsung di Jakarta, Rabu, 24 Januari.
“ Prospek Indonesia yang di atas tahun 2018. Nah ini tantangan tapi juga opportunity. Jakarta itu kalau secara labor cost itu di tengah – tengah, tapi kita lebih mahal dari Vietnam, nah ini sebenarnya juga bahaya, tapi juga kesempatan, karena kita lebih murah dari China. Jadi kita bisa menarik investasi ke sini “.
Enrico Tanuwidjaja menambahkan, untuk memaksimalkan kesempatan tersebut, Indonesia harus lebih meningkatkan produktivitas dari tenaga kerja yang dimilikinya. Karena produktivitas tenaga kerja tersebut merupakan nilai jual utama yang menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. (Rezha)