(voinews.id)- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tantangan ekonomi global membutuhkan kepemimpinan kuat dan aksi bersama dari negara-negara G20 untuk mengurangi risiko.
"Tantangan global membutuhkan aksi G20 untuk melindungi masyarakat lemah sekaligus membawa kondisi dunia kembali kuat, seimbang, berkelanjutan dan pertumbuhan inklusif," kata Sri Mulyani saat menyampaikan hasil Pertemuan ke-4 Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20 di Washington DC, AS, Kamis sore waktu setempat.
Menurut dia, kondisi dunia yang menghadapi risiko seperti inflasi tinggi, perlambatan pertumbuhan, ketidakamanan sektor energi dan pangan, perubahan iklim serta konflik geopolitik juga membutuhkan bauran kebijakan yang memadai.
"Tantangan global juga membutuhkan kerja sama dan sinkronisasi bauran kebijakan makro maupun fiskal serta instrumen kebijakan untuk mengatasi masalah bersama dan mendukung pemulihan ekonomi secara efektif," katanya.
antara
(voinews.id)- Arab Saudi membantah tuduhan motif politik di balik keputusan pemangkasan produksi 2 juta barel per hari oleh kelompok penghasil minyak OPEC+. "Arab Saudi tidak memolitisasi minyak. Kami tidak menjadikannya sebagai senjata. Kami menganggap minyak sebagai komoditas kami.
Tujuan kami yakni membawa stabilitas ke pasar minyak," kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir kepada CNN. Ia menambahkan bahwa keputusan itu murni ekonomi "untuk mempertahankan stabilitas di pasar minyak."
"Arab Saudi mengambil sisi untuk berupaya memastikan stabilitas di pasar minyak," kata al-Jubeir, menambahkan bahwa mereka tidak memihak Rusia atas isu ini.
Presiden AS Joe Biden mewanti-wanti Arab Saudi bahwa mereka bakal menghadapi konsekuensi dari pemangkasan produksi minyak dan Washington akan "memikirkan kembali" kemitraannya dengan Riyadh.
"Bakal ada beberapa konsekuensi atas apa yang telah mereka lakukan dengan Rusia," kata Biden saat wawancara dengan CNN. Pernyataannya muncul setelah pada 5 Oktober Organisasi Negara-negara Penghasil Minyak (OPEC) dan Rusia, yang dikenal OPEC+, memutuskan untuk memangkas produksi 2 juta barel per hari mulai November.
Sumber: Anadolu/antara
(voinews.id)- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambut baik peluncuran vaksin halal COVID-19 produksi dalam negeri IndoVac yang diluncurkan Presiden Joko Widodo di PT Bio Farma Bandung, Jawa Barat, Kamis.
"Selain akan menghasilkan devisa, produk ini bisa diterima oleh seluruh penduduk dunia karena produk ini halal," kata Wakil Ketua Umum MUI K.H. Marsudi Syuhud dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Marsudi mengatakan produk halal yang merupakan salah satu program MUI tersebut bisa dirasakan manfaatnya hingga ke seluruh dunia. "Itulah program-program MUI untuk bisa berkhidmat bagi Indonesia dan bangsa sedunia," katanya.
(voinews.id)- Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan ekonomi global "sangat dekat" dengan resesi, karena inflasi tetap tinggi, suku bunga naik, dan beban utang yang meningkat menghantam negara-negara berkembang, Kamis (13/10/2022).
"Kami telah menurunkan perkiraan pertumbuhan 2023 kami dari 3,0 persen menjadi 1,9 persen untuk pertumbuhan global, itu sangat dekat dengan resesi dunia," kata Malpass pada konferensi pers selama pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia.
"Semua masalah yang diperhatikan orang, masalah inflasi, kenaikan suku bunga, dan pemutusan aliran modal ke negara berkembang sangat memukul orang miskin," katanya, menyoroti penumpukan utang negara-negara berkembang.
"Itu adalah resesi dunia yang bisa terjadi dalam keadaan tertentu," kata Malpass. Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada pertengahan September, Bank Dunia memperingatkan bahwa ketika bank sentral di seluruh dunia secara bersamaan menaikkan suku bunga sebagai respons terhadap inflasi, dunia mungkin akan menuju resesi global pada 2023, dengan perkiraan pertumbuhan hanya 0,5 persen.
Presiden Bank Dunia mencatat pada konferensi pers bahwa pertumbuhan penduduk dunia diperkirakan sebesar 1,1 persen per tahun. "Jadi jika pertumbuhan dunia jauh lebih lambat, itu berarti orang-orang akan mundur," kata Malpass menjawab pertanyaan dari Xinhua.
Mengutip laporan Bank Dunia baru-baru ini, Malpass mengatakan bahwa pandemi COVID-19 memberikan kemunduran terbesar bagi upaya pengurangan kemiskinan global sejak 1990, mendorong sekitar 70 juta orang ke dalam kemiskinan ekstrem pada 2020, dan perang di Ukraina mengancam akan memperburuk keadaan.
Menurut Laporan Kemiskinan dan Kemakmuran Bersama, pendapatan median global turun 4,0 persen pada tahun 2020, penurunan pertama sejak pengukuran pendapatan median dimulai pada tahun 1990.
"Jadi jika kita mengalami resesi dunia sekarang, itu juga akan menekan pendapatan rata-rata, yang berarti bahwa orang-orang di bagian bawah dari skala pendapatan akan turun," kata Malpass.
Kepala Bank Dunia juga mencatat bahwa ia prihatin dengan konsentrasi modal di dunia di ujung atas negara-negara maju. "Jadi itu, menurut saya, salah satu masalah yang harus dihadapi dunia untuk memungkinkan modal mengalir ke bisnis baru dan ke negara berkembang, yang akan mengubah arah kebijakan fiskal dan moneter di negara maju," kata Malpass.
Dunia menghadapi lingkungan yang sangat menantang dari ekonomi maju, dan itu memiliki implikasi serius, bahaya bagi negara-negara berkembang, katanya. "Kekhawatiran mendalam saya adalah bahwa kondisi dan tren ini mungkin bertahan hingga 2023 dan 2024."
antara
antara