(voinews.id)- Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo ) Johnny G. Plate menginstruksikan civitas kementerian tersebut untuk mempercepat realisasi anggaran sebagai salah satu upaya meningkatkan resiliensi dan akselerasi transformasi digital.
"Kondisi dunia belum akan pulih bahkan gambarannya berpotensi lebih buruk, potensi stagflasi tahun 2023 bahkan resesi ekonomi sehingga kita harus menyiapkan diri kita dengan baik, harus menyiapkan Indonesia dengan baik agar mempunyai resiliensi atau daya tahan yang kuat untuk menghadapi tantangan yang luar biasa," kata Menteri Johnny saat Rapat Koordinasi Keuangan, dalam siaran pers, diterima Jumat.
Menurut Johnny, Presiden Joko Widodo sudah memberikan instruksi kepada penyelenggara negara untuk terus memitigasi dan melakukan uji ketahanan pada masing-masing sektor. Oleh karena itu, Kementerian perlu mengukur kemampuan masing-masing supaya bisa mengambil keputusan yang tepat.
"Harus kita ukur di tempat kita masing-masing agar kita bisa mengambil keputusan yang tepat dan keputusan yang tepat itu harus dikawal, tidak lagi dengan cara biasa-biasa," kata Menteri Johnny. Dia mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, baik yang dikelola pemerintah pusat maupun daerah, harus menjadi pendorong perekonomian.
"Pada saat pandemi maka transformasi digital menjadi keniscayaan dan Bapak Presiden memberikan tugas dan tanggung jawab itu kepada Kominfo, misalnya penggelaran infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi besar-besaran," kata Johnny. Menteri Johnny juga memerintahkan agar daya serap anggaran terus ditingkatkan.
Oleh karena itu, pejabat tinggi madya dan pratama di kementerian tersebut diminta mengawasi satuan kerja secara bersama-sama. "Mari kita sama-sama menerobos semua sekat-sekat yang selama ini ada tentu dengan akuntabilitas yang harus tetap terjaga karena kita inginkan juga dapat WTP (Opini Wajar Tanpa Pengecualian). Tentu itu harus dijaga. Tapi, kolaborasi, itu yang penting," kata Johnny.
antara
Jakarta (voinews.id) - Menjelang puncak rangkaian kegiatan G20 tahun 2022, Pemerintah Indonesia telah melaksanakan sejumlah pertemuan di berbagai tingkatan. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi hingga Oktober 2022, sudah dilaksanakan sebanyak 187 official meetings dalam rangkaian pertemuan G20.
“Sekitar 95 persen, yaitu pertemuan tingkat Menteri, tingkat Sherpa, tingkat Deputi, working groups dan juga engagement groups,” katanya dalam press briefing di Kantor Kementerian Luar Negeri, Kamis (13/10) di Jakarta.
Jumlah pertemuan tersebut, menurut Retno, belum termasuk pertemuan tingkat Menteri dan kegiatan pendukung lainnya.
“Pertemuan tingkat Menteri sendiri sudah berlangsung 18 pertemuan termasuk pertemuan para Menteri Luar Negeri di Bali pada bulan Juli 2022. Sementara itu kegiatan side events dan showcasing sudah terlaksana 234 kegiatan atau sekitar 92 persen dari total rencana kegiatan,” katanya.
Retno Marsudi mengatakan dalam rangkain pertemuan G20, Indonesia telah menginisiasi sejumlah kerjasama konkrit yang akan menjadi bagian dari keseluruhan kerja Presidensi Indonesia.
Indonesia menekankan pentingnya hasil konkrit dari KTT G20 agar manfaat kerja G20 dapat dirasakan dunia. Menurutnya Indonesia optimis, hasil konkrit tersebut akan mampu dicapai dalam KTT G20 November mendatang di Nusa Dua, Bali.
Sementara itu terkait konfirmasi kehadiran, Retno Marsudi mengatakan sejauh ini tidak ada respon negative dan penolakan kehadiran dari seluruh negara anggota G20 terkait kehadiran para pemimpin negara.
“Sejauh ini kita tidak menerima respon negatif kita tidak menerima respon negatif dari semua negara G20 sejauh ini mengenai kehadiran leadersnya,” katanya.
Retno mengatakan pemerintah terus berkoordinasi dengan perwakilan negara G20 dan juga negara-negara undangan untuk mempersiapkan partisipasi para pemimpin.
Lebih lanjut Retno Marsudi mengatakan Indonesia juga terus melakukan persiapan logistik agar pelaksanaan KTT G20 November mendatang dapat berlangsung dengan lancar dan positif.
Jakarta (voinews.id) : Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan Presidensi Indonesia di G20 tahun ini merupakan presidensi yang paling sulit dimana dunia sedang menghadapi banyak krisis.
“Pandemi belum tuntas, perang di Ukraina, tensi geopolitik menajam dan juga terjadinya krisis pangan, energi dan keuangan,” katanya dalam keterangan pers di Kementerian Luar Negeri, Kamis (13/10) di Jakarta.
Dalam kondisi dengan tingkat kesulitan yang luar biasa tersebut, menurut Retno, pembahasan harus dilakukan dengan inovasi atau cara baru agar pembahasan tidak terhenti. Ia mengatakan diskusi dalam KTT akan penuh dengan dinamika.
Menurutnya negosiasi di G20 tidak pernah mudah meskipun dalam kondisi normal, apalagi dalam kondisi seperti saat ini. Dimana posisi negara-negara anggota terdapat celah yang cukup lebar antara satu dengan yang lain.
Oleh karena itu Retno mengatakan tugas Indonesia sebagai Presiden G20 adalah mengelola agar dinamika yang sangat luar biasa tersebut tidak merusak seluruh bangunan G20.
“It is not about the presidency itself tetapi Indonesia justru berpikir panjang. Berpikir untuk dunia. Bahwa G20 tidak boleh gagal karena G20 hasil kerjanya ditunggu oleh masyarakat dunia. Jadi sekali lagi G20 tidak boleh gagal,” katanya.
Retno mengatakan di masa sulit seperti saat ini G20 adalah salah satu forum ekonomi dunia yang masih dapat bekerja merespon krisis global.
“Saat ini taruhannya terlalu besar jika G20 gagal karena sekali lagi menyangkut nasib dan kesejahteraan milyaran penduduk dunia terutama di negara berkembang,” katanya.
Oleh karena itu, menurut Retno, Indonesia terus mengajak negara-negara anggota G20 untuk menunjukkan tanggung jawabnya kepada dunia. Menurut Retno, keberhasilan G20 bukan di tangan satu atau dua negara, tetapi berada di tangan seluruh anggota G20.
“It is a collective responsibility,” katanya.
Jakarta (voinews.id) - Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha mengatakan pemerintah Indonesia melakukan upaya percepatan penerbitan sertifikat kematian bagi jenazah Novita Kurnia Putri (25) warga negara Indonesia yang menjadi korban penembakan di Texas, Amerika Serikat.
"Alhamdulillah kita mendapatkan indikasi bahwa death certificate akan segera dikeluarkan tanggal 14 Oktober ini dan setelah itu perlu satu minggu untuk proses pemulangan jenazah ke Indonesia," katanya dalam Press Breifing di Kementerian Luar Negeri, Kamis (13/10) di Jakarta.
Judha mengatakan pemerintah Indonesia baik melalui Kementerian Luar Negeri di Jakarta maupun dengan menugaskan Konsul Jenderal RI Houston Andre Omer Siregar, untuk melakukan berbagai macam langkah baik dalam upaya penegakan hukum maupun memfasilitasi pemulangan jenazah.
"Pak Konjen Houston telah bertemu dengan Secretary of State di Austin, Texas dan juga kepada Kemlu AS melalui Office of Foreign Mission yang ada di Houston dan tentunya juga dengan aparat kepolisian," katanya.
Menurut Judha, upaya percepatan penerbitan Death Certificate dibutuhkan mengingat Death Certificate merupakan salah satu syarat untuk proses repatriasi.
Selain itu, menurut Judha, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri dan KJRI Houston juga telah menghubungi pihak keluarga dari korban.
Menurutnya pihak keluarga juga telah mengetahui perkembangan situasi penanganan pasca penembakan. Dirinya berharap proses pemulangan jenazah korban dapat berjalan lancar.