Suprapto

Suprapto

09
August

VOI WARNA WARNI Enam film karya sineas Indonesia ditayangkan secara terbatas pada Open Doors Screenings Festival Film Locarno, Swiss. Ajang ini merupakan  festival film Internasional yang diadakan setiap tahunnya pada bulan Agustus di kota Locarno, Swiss sejak tahun 1946. Fitur utama dari festival tersebut adalah penayangan di tempat terbuka di Piazza Grande dengan ruangan untuk lebih dari 8,000 penonton, menjadikannya salah satu penayangan tempat terbuka terbesar di dunia (26x14 meter). Festival ini menjadi salah satu wadah bergengsi bagi pegiat film lokal dan internasional agar film mereka bisa diapresiasi.

Dalam segmen Open Doors tahun ini, sebanyak 30 film berasal dari Indonesia, Myanmar, Filipina, Malaysia, dan Mongolia  ditayangkan dan bisa disaksikan secara gratis. Film ini juga membuka kesempatan bagi penonton yang melewatkan penayangannya di bioskop atau acara film sebelumnya. Festival Film Locarno tahun ini berlangsung dari tanggal 5 sampai 15 Agustus 2020.  

Dikutip dari laman resmi, setiap penayangan akan dilengkapi dengan pembicaraan antara sutradara dan programer Open Doors.

Film Indonesia yang tayang diantaranya adalah "Atambua 39° Celsius" dari Riri Riza, "Kucumbu Tubuh Indahku" karya Garin Nugroho, "What They Don't Talk About When They Talk About Love" dari sutradara Mouly Surya. Sementara film pendek dari Indonesia yang tayang terbatas di festival ini meliputi "Kado" dari Aditya Ahmad, "Tak Ada yang Gila di Kota ini" dari Wregas Bhanuteja" dan "On Friday Noon" dari Luhki Herwanayogi.

Diantara Film Indonesia yang tayang pada Festival Locarno, ada yang pernah tayang pada festival film International lain sebelumnya. Misalnya film pendek Kado dari Aditya Ahmad, yang diproduksi Miles Films, berkisah tentang seseorang yang sedang mempersiapkan kado untuk seorang teman. Film pendek ini mendapat atensi internasional ketika ditayangkan di Festival Film Sundance dan Venice.

Kemudian, film Atambua 39° Celciusyang dirilis pada 2012 ini menceritakan kehidupan seseorang di Atambua dan pernah ditayangkan di Festival Film Rotterdam. Meskipun pandemi COVID-19 masih berlangsung, namun situasi itu tidak mengganggu penyelenggara untuk tetap menghadirkan film yang berkualitas pada festival kali ini.(voi)

09
August

Objek wisata Air Tagepe ini terletak di Desa Noinbila kecamatan Mollo Selatan, kabupaten Timor Tengah Selatan , Nusatenggara Timur. Tagepe berasal dari bahasa Melayu Kupang yang dalam bahasa Indonesia berarti “terjepit” atau “ terhimpit”. Jadi Air Tagepe mempunyai arti, air yang terjepit atau terhimpit. Dinamakan demikian karena aliran air mengalir melewati celah barisan tebing batu yang sangat sempit. Memang objek wisata alam Air Tagepe menawarkan pesona tebing batu yang berkelok-kelok. Dengan aliran sungai yang mengalir membelah dua tebing batu, aliran sungai tersebut seakan memisahkan dua tebing batu, di sisi kiri dan kanannya.

air dari Air Tagepe   berasal dari air terjun Oehala yang mengalir sepanjang tahun. Air di obyek wisata ini berwarna kebiruan hampir mirip dengan warna air laut. Airnya sangat sejuk karena Air Tagepe terletak di dalam hutan yang masih alami. Alamnya masih hijau dan sejuk karena banyak pohon rindang dan udaranya cukup dingin. Kedalaman air Air Tagepe ini kurang lebih 1,70 meter, lebar tebing sekitar 4-5 meter dan tinggi tebing mencapai 6 meter.

Obyek wisata Air Tagepe ini memang benar-benar menyimpan banyak keindahan dan buka selama 24 jam. Walaupun demikian, tidak disarankan untuk datang pada waktu hari sudah gelap, karena lokasi yang berisikan bebatuan dan juga tebing bisa berbahaya jika dikunjungi pada saat kondisi kurang pencahayaan. Siang hari pengunjung bisa menyusuri jalur Air Tagepe sepanjang 1 Km sampai menemui air terjun.

Tetapi dibalik keindahannya, pengunjung perlu waspada dan berhati-hati karena pada musim hujan tebing batu yang sempit ini bisa longsor dan banjir. Obyek wisata untuk memasuki objek wisata ini para pengunjung yang datang dengan motor akan dikenakan tarif masuk Rp.5000. Sedangkan bagi anda yang mengendarai mobil akan dikenakan tarif masuk 10.000.

06
August

Kulonprogo merupakan salah satu kabupaten di sebelah barat Yogyakarta. Lokasinya 29 kilometer dari pusat kota Yogyakarta. Kabupaten ini kini kerap dikunjungi wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta, karena Kulonprogo dinilai memiliki objek wisata yang lengkap. Kabupaten ini menawarkan wisata alam seperti kebun teh, air terjun, dan pantai. Edisi pesona Indonesia kali ini, akan memperkenalkan kepada anda salah satu daya tarik wisata Kulonprogo dalam bentuk air terjun, yakni Air Terjun Kedung Pedut. Keunggulan dan keunikan Air Terjun Kedung Pedut ini terletak pada sumber mata airnya yang berasal dari dalam bumi, seolah tak pernah habis atau mengering. Hal ini membuat Kedung Pedut dijuluki Surga Air Kulon Progo, lantaran airnya yang tak pernah habis meski di musim kemarau.

Air Terjun Kedung Pedut berada 16 kilometer dari pusat kota Wates, Kulon Progo. Untuk masuk ke dalam objek wisata ini, anda diharuskan membayar tiket sebesar Rp. 10.000 per orang. Masuk ke sini, anda langsung akan merasakan sejuk dan asrinya objek wisata Kedung Pedut, karena objek wisata ini memiliki banyak pohon rindang. Tiba di objek wisata ini, nikmatilah kesegaran airnya di kolam-kolam yang tersedia. Selain bermain air, anda bisa berfoto sepuasnya di Air Terjun Kedung Pedut. Pengelola Air Terjun Kedung Pedut sudah menyediakan beragam spot foto menarik di sini mulai dari helikopter terparkir di tepi kolam pemandian hingga berfoto di hammock (tempat tidur gantung).

Selain berfoto, anda juga bisa bersantai di atas hammock dengan menikmati pemandangan kawasan Air Terjun Kedung Pedut dari ketinggian. Bagi anda yang suka kegiatan memacu adrenalin, anda juga bisa mencoba Flying fox. Flying fox ini memiliki panjang lintasan sekitar 40 meter. Naik flying fox ini, anda akan merasakan pengalaman meluncur di atas kolam pemandian dan melihat air terjun dari ketinggian. Objek Wisata ini sudah dilengkapi dengan fasilitas lapangan parker, rumah makan dan kamar mandi.

05
August

Mahasiswa Indonesia kembalil menciptakan inovasi terkait penanganan COVID-19. Kali ini adalah Rama atau Robot Asisten Medis Autonomum karya tim robotik Politeknik Negeri Semarang, Jawa Tengah. Rama adalah robot berbentuk seperti rak makanan yang biasa digunakan perawat atau suster mengantar makanan dan obat-obatan di rumah sakit. Menurut salah satu tim pembuat Robot Rama, Abbas Kiarostami, ide pembuatannya berawal dari rasa keprihatinan karena banyaknya tenaga medis yang gugur saat menjalankan tugas melayani pasien COVID-19.

Dilihat sepintas benda ini tidak seperti robot pada umumnya yang punya kepala, kaki, dan tangan. Robot Rama ini bentuknya menyerupai rak makanan untuk pasien. Bedanya, yang ini bisa berjalan sendiri sehingga mengurangi interaksi petugas medis pasien COVID-19. Proses pembuatan Robot Rama memakan waktu sekitar satu bulan dengan biaya riset yang dikeluarkan sekitar Rp25 juta. Robot Rama kemudian diperkenalkan kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. 

Saat dicoba, Robot Rama sangat lancar mengantar makanan, obat-obatan, dan kebutuhan pasien COVID-19. Selain itu robot ini juga dilengkapi dengan tablet yang bisa digunakan untuk berkomunikasi. Jadi, pasien bisa melakukan video call dengan perawat atau dokter melalui layar tablet yang menempel di robot itu. Secara keseluruhan, robot pengganti tenaga medis itu sudah bisa diaplikasikan. Namun, perlu terus dikembangkan agar lebih optimal.