VOInews, Jakarta: Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi bersama dengan Menteri Luar Negeri Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Qin Gang memimpin Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC) ke-4 Indonesia-RRT, Rabu (22/2) di Jakarta. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan JCBC terakhir dilakukan pada tahun 2018 di Beijing.
“Pertemuan telah berlangsung secara sangat terbuka dan bersahabat,” kata Retno dalam Joint Press Statement bersama Menlu Qin Gang usai memimpin JCBC.
Dalam JCBC, menurut Retno, Indonesia menekankan sejumlah poin dalam upaya penguatan kerja sama bilateral dengan Tiongkok.
“Pertama, pentingnya penguatan kerja sama perdagangan,” kata Retno.
Retno Marsudi menjelaskan Tiongkok merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Perdagangan kedua negara pun, menurutnya, sudah semakin seimbang. Dirinya mendorong agar hambatan perdagangan antara kedua negara dapat segera diatasi.
“Kedua, penguatan kerja sama investasi,” lanjutnya.
Retno Marsudi menjelaskan, Tiongkok telah menjadi investor ke-2 terbesar di Indonesia pada tahun 2022. Bahkan, pada kuartal akhir tahun 2022, Tiongkok menjadi investor nomor 1 Indonesia. Menurutnya, Indonesia akan terus memperbaiki iklim investasi dengan mempertimbangkan kepentingan rakyat Indonesia.
Dalam hal penguatan kerja sama investasi, menurut Retno, Indonesia juga menyampaikan sejumlah isu terkait, diantaranya pemanfaatan tenaga kerja Indonesia, perlidungan lingkungan dan penguatan investasi hijau yang berkualitas serta berbagai kerja sama infrastruktur.
“Ketiga, kerja sama kesehatan,” lanjutnya.
Retno Marsudi menyebut, Indonesia dan Tiongkok telah melakukan kerja sama yang baik dalam menghadapi pandemi Covid-19. Menurutnya pandemi telah memberikan pelajaran mengenai pentingnya setia negara memperkuat infrastruktur kesehatan, termasuk industri farmasi.
“Indonesia melihat pentingnya penguatan kerja sama antara lain implementasi kerja sama penelitian dan pengembangan vaksin dan genomika, penguatan kapasitas produksi bahan baku obat dan implementasi komitmen kerja sama sister hospital serta pembangunan herbal center di Indonesia,” katanya.
Hal lain yang juga dibahas dalam JCBC adalah kerja sama connectivity dan people-to-people contacts. Menurut Retno, paska-pandemi, konektivitas menjadi hal penting yang harus segera dibenahi.
“Dengan konektivitas yang baik, maka hubungan ekonomi dan antar masyarakat akan cepat pulih,” kata Retno.
Ia pun mengatakan Indonesia mendorong pemulihan konektivitas antara Indonesia-RRT. Selain itu, menurut Retno, Indonesia juga menyambut baik kembalinya wisatawan Tiongkok ke Indonesia.
VOInews, Jakarta: Pelaksanaan Pemilihan Umum di luar negeri memiliki tantangan tersendiri, mulai dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang belum terintegrasi dengan sempurna hingga tantangan bagi penyelenggara Pemilu di luar negeri yang notabene bukan penyelenggara Pemilu yang formal. Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tanjung mengatakan untuk mengatasi persoalan DPT, Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan mekanisme pencocokan dan penelitian terhadap DPT yang sudah terdata oleh Kementerian Dalam Negeri.
“DPT luar dan dalam negeri itu harus menjadi perhatian serius dan itu kami inginkan terus ke KPU supaya ini bisa di update terus selama kita belum punya data kependudukan yang valid dan di manage dengan sistem yang baik,” katanya.
Isu lain yang kerap menjadi tantangan dalam pelaksanaan Pemilu di luar negeri adalah keberadaan penyelenggara Pemilu yang notabene bukan berasal dari petugas formal. Hal ini memberikan tantangan, karena Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) adalah petugas yang dipilih oleh KPU.
“Selama ini sebagian besar dijalankan oleh teman-teman di KBRI atau relawan yang sedang bersekolah di luar negeri atau bekerja disana. Belum tentu bisa bekerja dengan maksimal,” katanya.
Ia mengatakan PPLN memiliki tugas untuk menjangkau masyarakat Indonesia di luar negeri yang tersebar luas. Selain itu, PPLN memiliki tugas untuk meyakinkan masyarakat Indonesia di luar negeri untuk menggunakan hak pilih sesuai ketentuan.
“Untuk luar negeri memang harus ada effort yang luar biasa dari KBRI kita untuk bisa membantu membentuk perangkat-perangkat yang memang mampu bisa menjangkau masyarakat untuk memberikan informasi,” katanya.
Meskipun demikian, Ahmad Doli Kurnia menjelaskan, Indonesia memiliki sejarah baik dalam penyelenggaraan Pemilu, terutama jika merujuk pada penyelenggaraan Pemilu di masa pandemi Covid-19 lalu.
“Kemarin kita dicatat sebagai negara yang berhasil melaksanakan Pilkada 2020 di 271 daerah dengan tingkat partisipasi mencapai 83 persen. Ini menjadi success story untuk dilanjutkan di Pemiu 2024,” tutupnya.
VOInews, Jakarta: Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 memiliki makna penting bagi masyarakat Indonesia bukan hanya untuk mengevaluasi perjalanan politik bangsa dalam 5 tahun terakhir namun juga untuk menjalani masa kepemimpinan dalam 5 tahun kedepan.
“Itu adalah mekanisme kita untuk mengevaluasi secara periodik, termasuk kemajuannya,” katanya dalam Dialog Cerdas Memilih di RRI Voice of Indonesia, Rabu (22/2) di Jakarta.
Ia mengatakan Pemilu merupakan mekanisme penting bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu dirinya mendorong masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam mendukung Pemilu.
“Kita harus mengisinya dengan kebaikan-kebaikan, datang berpartisipasi, karena ini berkaitan dengan nasib bangsa kita,” katanya.
Selain dengan berpartisipasi menggunakan hak pilih dalam Pemilu, Ahmad Doli Kurnia juga berharap agar masyarakat turut menjaga kondusifitas dalam pelaksanaan Pemilu.
“Jangan sampai kompetisi itu membuat ketidakbaikan, membuat keburukan. Jangan sampai gara-gara mamilih satu, dua atau tiga orang kita ribut satu sama lain. Keterbelahan itu kontra produktif terhadap proses pembangunan,” katanya.
Selain itu dirinya berharap penyelenggara Pemilu dapat bekerja dengan penuh integritas. Menurutnya profesionalitas penyelenggara Pemilu akan berdampak pada kelancaran proses Pemilihan Umum 2024 di Indonesia.
(voinews.id) Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaku Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ingin membawa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat ke pengadilan.Rencana itu, kata Mahfud, pernah dibicarakan setelah Komnas HAM tak mampu menunjukkan bukti tentang kasus pelanggaran HAM berat. Jokowi yang telah memerintah Indonesia sejak 2014 silam itu disebut ingin kasus-kasus HAM berat itu diproses saja di pengadilan.
Ia mengatakan Jokowi pun tak masalah seandainya nasib kasus-kasus itu sama dengan empat kasus pelanggaran HAM berat sebelumnya yang pernah dibawa ke pengadilan. Pemerintah tak masalah bila akhirnya Mahkamah Agung (MA) kembali membebaskan para terdakwa. Mahfud berkata ingin kasus-kasus itu diproses hukum terlebih dahulu. Pemerintah menyerahkan putusan akhir sepenuhnya ke pengadilan.
Meski begitu, rencana itu belum ditempuh. Jaksa agung memberi pertimbangan kepada Jokowi mengenai wibawa pemerintah. (CNN)