Akibat pandemi Covid-19, negara-negara termasuk Indonesia menghadapi masalah besar; salah satunya adalah masalah pengangguran. Pada pertengahan April 2020, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mengumumkan bahwa 1,6 juta pekerja telah di-PHK atau dirumahkan akibat pandemi Covid-19. Pada 11 Mei 2020, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) memperkirakan jumlah pekerja yang saat ini menganggur atau dirumahkan telah melonjak hingga mencapai setidaknya 6 juta, dan kemungkinan akan meningkat dalam beberapa bulan ke depan. Angka pengangguran sebagai dampak pandemi ini merupakan tambahan besar bagi jumlah pengangguran di Indonesia. Menurut data Agustus 2019, ada 7 juta orang Indonesia yang menganggur, mewakili 5,28 persen dari angkatan kerja Indonesia.
Untuk mengatasi masalah pengangguran sebagai dampak pandemi Covid-19, pemerintah Indonesia memberikan insentif fiskal kepada perusahaan-perusahaan. Insentif fiskal tersebut dinilai belum cukup memberi implikasi nyata terhadap perbaikan ruang finansial yang dibutuhkan oleh pengusaha untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja secara masif.
Pemerintah tentu terus melakukan upaya alternatif atau terobosan guna mengurangi terjadinya PHK. Untuk itu, pemerintah akan memberikan kelonggaran kepada masyarakat berusia 45 tahun kebawah untuk kembali beraktivitas di tengah pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal ini disampaikan oleh Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo pada Senin (11/05).Dia menguraikan bahwa kelompok usia dibawah 45 tahun dinilai memiliki daya tahan tubuh lebih kuat daripada seniornya yang berusia diatas 45 tahun.
Rencana pemerintah ini memicu kecaman luas akibat salah memahami pernyataan Doni Monardo. Masyarakat menafsirkan pernyataan yang sampaikannya seolah-olah dapat diterapkan secara langsung. Padahal untuk menerapkan rencana tersebut, perlu ada produk hukum yang memperbolehkan warga berusia dibawah 45 tahun untuk kembali bekerja. Selain itu, masyarakat juga salah memahami soal cakupan bidang kerja yang diizinkan. Kesempatan kerja yang diberikan tidak berlaku pada semua bidang kerja melainkan hanya terbatas pada 11 bidang kegiatan seperti yang sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan mengenai PSBB.
Rencana pemerintah untuk mengizinkan warga berusia 45 tahun kebawah untuk kembali bekerja perlu terus digodok. Karena sebenarnya, rencana baik ini bertujuan untuk memberi ruang bagi warga berusia 45 tahun kebawah untuk beraktivitas lebih banyak sehingga potensi PHK dapat dikurangi.
Pandemi Corona belum juga berakhir. Beberapa negara yang semula sudah mulai melonggarkan aturan lock down, kembali pada kebijakan semula. Badan Kesehatan Dunia WHO, menyiratkan kembali naiknya kasus COVID 19 di beberapa negara yang sudah mengendurkan aturan pembatasan.
Direktur Jenderal WHO Thedros Adhanom mengidentifikasi terjadinya lonjakan baru di Jerman, Tiongkok dan Korea Selatan setelah pemerintah negara negara itu mencabut aturan pembatasan.
Pemerintah setempat di Wuhan China baru baru ini mengumumkan adanya kasus baru CONVID 19. Padahal satu bulan setelah dibukanya lockdown, di Wuhan tidak tercatat adanya kasus baru. Dari Jerman dilaporkan telah terjadi penambahan kasus baru setelah secara bertahap pemerintah membuka kembali kegiatan bisnis.
Di Korea, para pelajar harus tetap belajar dari rumah. Pemerintah Korea Selatan semula telah mengumumkan bahwa Rabu 13 Mei sekolah akan dibuka kembali. Namun rencana itu batal karena adanya kasus baru COVID 19. Belajar dari rumah diperpanjang hingga satu pekan mendatang, Di Korea Selatan kasus positif Corona hingga akhir pekan lalu mencapai hampir 11 ribu orang dengan 35 kasus baru. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan menyatakan kenaikan kasus terjadi disebabkan interaksi sosial di kelab kelab malam. Karena itu, selain memperpanjang kagiatan belajar mengajar di rumah, pemerintah Korea Selatan memutuskan untuk menutup semua fasilitas hiburan malam di sekitar Seoul. Otoritas setempat berupaya melacak ribuan pengunjung Itaiwon yang merupakan distrik hiburan di Seoul.
Dari data yang dilansir WHO dan tindakan serta kebijakan yang diambil pemerintah Korea Selatan dan Jerman, terbukti pandemi corona masih mengancam berbagai penjuru bumi. Bahkan Wuhan yang merupakan asal penyebaran Corona, dan sudah dinyatakan bebas, terbukti masih mencatat kasus baru COVID 19. Pemerintah di negara negara yang dilanda pandemi COVID 19 tidak boleh lengah. Masyarakat juga masih harus menahan diri untuk tidak merasa bebas tanpa pembatasan. Kewaspadaan dan tindakan darurat harus tetap dilakukan di negara yang berpotensi mempunyai infeksi baru COVID 19, termasuk di Indonesia.
Pandemi Covid-19 telah membuat semua negara terdampak kewalahan secara ekonomi. Pembatasan pergerakan manusia dilakukan guna mencegah penyebaran Covid-19. Pembatasan tersebut membawa konsekuensi buruk terhadap perekonomian. Negara-negara dihadapkan pada pilihan sulit, menghentikan penyebaran penyakit atau membiarkan aktivitas ekonomi seperti biasa dengan resiko penularan lebih luas. Banyak negara terpaksa memilih menghentikan penyebaran penyakit tersebut untuk menghindari lebih banyak korban jiwa.
Warga Negara Indonesia (WNI) di dalam dan di luar negeri sangat merasakan dampak pandemi Covid-19 secara ekonomi. Gelombang demi gelombang kepulangan WNI dari luar negeri terus menerus terjadi sampai hari ini. Mereka adalah mahasiswa, anak buah kapal dan paling banyak adalah pekerja migran. Anak buah kapal dan pekerja migran pulang karena memang kontrak kerja habis atau dipercepat masa kontraknya karena negara tempat mereka bekerja menerapkan pembatasan.
Saat membuka rapat terbatas tentang percepatan penanganan Covid-19 melalui video converence, Senin (11/5), Presiden Joko Widodo memperkirakan sekitar 34.000 pekerja migran Indonesia akan selesai kontrak kerjanya pada Mei dan Juni. Mereka kemudian akan kembali ke Tanah Air. Sementara itu, total WNI yang telah kembali ke Indonesia sampai 11 Mei 2020 mencapai 89.595 orang.
Presiden pun meminta Kementerian dan Lembaga terkait segera berkoordinasi untuk menyiapkan kepulangan mereka. Salah satunya adalah protokol kesehatan untuk memastikan mereka dalam kondisi sehat. Jika ada yang sakit, Presiden meminta para pembantunya (aides) segera menyiapkan ruangan isolasi dan memeriksa mereka sehingga tak berpotensi menularkan Covid-19 ke masyarakat.
Kepatuhan terhadap protokol kesehatan juga ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi. Dalam jumpa pers di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Senin (11 Mei), dia meminta semua warga negara Indonesia yang pulang dari luar negeri mengikuti prosedur kesehatan yang dipersiapkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Jika ada gejalah Covid-19, mereka akan mengikuti panduan pelaksanaan karantina mandiri.
Dengan kepulangan puluhan ribu WNI tersebut, pemerintah diharapan segera memperbaharui data jaring pengaman sosial untuk membantu mereka secara ekonomi. Dalam hal ini, koordinasi pemerintah pusat dan daerah sangat penting. Pemerintah daerah harus siap menerima mereka, termasuk persiapan bantuan ekonomi.
Pemerintah beberapa hari lalu mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Dalam Surat Edaran yang diterbitkan Gugus Tugas Percepatan Penangangan Covid-19 disebutkan kriteria pengecualian bepergian dengan moda transportasi umum bagi orang-orang tertentu. Yaitu yang memiliki melakukan kegiatan yang berhubungan dengan penanganan Covid-19. Seperti mereka yang bekerja pada lembaga pemerintah atau swasta yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan percepatan penanganan Covid-19. Khususnya di bidang pertahanan, keamanan dan ketertiban umum, pelayanan kesehatan, pelayanan kebutuhan dasar, pelayanan pendukung layanan dasar, serta pelayanan fungsi ekonomi penting.
Pengecualian lain diberikan bagi pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan darurat atau orang yang anggota keluarga intinya sakit keras atau meninggal dunia. Selain itu, juga untuk repatriasi Pekerja Migran Indonesia, WNI, pelajar atau mahasiswa yang berada di luar negeri serta pemulangan orang dengan alasan khusus oleh pemerintah sampai ke daerah asal, sesuai ketentuan yang berlaku.
Surat Edaran tersebut mengatur dengan ketat persyaratan yang harus dipenuhi sebelum bepergian menggunakan transportasi umum seperti pesawat, kapal laut, kereta api dan bus antar kota, yakni dengan menunjukkan KTP, surat tugas, hasil tes negatif Covid-19, dan lain sebagainya.
Walaupun persyaratannya cukup ketat, pengawasan tetap perlu dilakukan. Bukan tidak mungkin ada oknum-oknum tertentu yang mencoba memanfaatkan kesempatan ini dengan memanipulasi dokumen persyaratan hanya karena ingin mudik atau berlibur. Penting untuk dilakukan pemeriksaan lebih awal dan lebih teliti agar tidak tidak terjadi pelanggaran. Satu hal lagi yang juga tidak kalah penting adalah memastikan bahwa perusahaan transportasi serta penumpang tetap menjalankan protokol kesehatan Covid-19, seperti physical distancing atau jaga jarak saat berada di dalam moda transportasi.
Isu meninggalnya Kim Jong Un - Pemimpin Korea Utara, terpatahkan sudah. Setelah desas-desus tentang sakit dan kematiannya di awal April dan 3 minggu tidak muncul di depan Publik, Pemimpin Korea Utara itu tampil meresmikan sebuah pabrik. Spekulasi tentang keberadaan dan kondisi kesehatan Kim sempat memuncak ketika dia tidak menghadiri acara peringatan hari kelahiran kakeknya, Kim Il-sung, yang adalah pendiri negara Korut. Apalagi setelah itu Pemimpin Korea Utara tersebut kembali tidak terlihat ketika mendapat kehormatan menerima medali Perang Dunia II dari Presiden Rusia Vladimir Putin. Penghargaan itu diberikan karena Kim melestarikan memori tentara Uni Soviet yang tewas di Korut, demikian keterangan Kedutaan Besar Rusia di Pyongyang.
Dunia memang kerap berspekulasi tentang kondisi dan keberadaan pemimpin Korea Utara tersebut. Hal ini tentu tak terlepas dari posisi tawar Korea Utara dalam hal penguasaan senjata nuklir dunia. Hilangnya Kim dari publik terjadi ketika pembicaraan Pyongyang dengan Washington mengenai persenjataan nuklir Korea Utara terhenti, setelah tiga pertemuan antara Kim dan Presiden AS Donald Trump. Jika Kim tidak mampu melanjutkan pembicaraan atau bahkan meninggal dunia lebih dahulu, maka akan meningkatkan ketidakpastian dalam proses negosiasi ini. Wajar kalau dunia Internasional kemudian menyoroti tidak munculnya Kim Jong Un lengkap dengan berbagai spekulasinya.
Untuk dalam Negeri Korea Utara sendiri, absennya Kim Jong Un juga berpengaruh. Pemimpin Tertinggi ini otoritasnya mencakup Partai Buruh yang berkuasa dan juga militer. Semua keputusan besar membutuhkan persetujuannya. Ketidakhadiran Kim Jong Un berarti vakumnya beberapa sendi kehidupan Korea Utara.
Belum lagi munculnya issue baru tentang akan dibangunnya satu lagi reaktor nuklir di semenanjung Korea Utara.
Dunia memang tengah dilanda ketidakpastian, entah menyangkut senjata nuklir, konflik di berbagai wilayah, atau yang sedang marak belakangan ini, pandemi Corona (Covid 19). Keberadaan dan kondisi kesehatan Kim Jong Un melengkapi ketidakpastian ini.
Saudara pendengar, Pendemi Covid-19 telah membawa dampak serius hampir setiap sektor. Banyak kegiatan sosial and ekonomi menjadi terhambat akibat pendemi Covid-19 tanpa kecuali kegiatan ketatanegaraan dan pemerintahan. Sebetulnya, tahun 2020 ini adalah tahun politik dalam negeri karena di Indonesia akan diselenggarakan Pemilihan Umum kepala daerah –PILKADA. Total daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020 sebanyak 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Terkait pendemi Covid-18 yang belum belum duketahui kapan akan berakhir, pemerintah Indonesia akhirnya menunda pelaksanaan Pilkada di bulan September ke bulan Desember. Usul penundaan atau bahkan perubahan pelaksanaan ke tahun 2021 sudah banyak dilontarkan oleh para pengamat mengingat pada momen Pilkada, kumpulan massa akan banyak terjadi.
Melihat hal tersebut, Presiden Joko Widodo akhirnya menanda-tangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2/2020 pada Senin (4/5/2020). Perpu tersebut mengatur penundaan pemungutan suara Pilkada 2020 dari September menjadi Desember atau bias lebih lama lagi tergantung situasi pandemi Covid-19 di Tanah Air.
Sementara itu, para mengamat menilai penundaan Pilkada ke Desember 2020, kurang tepat. Peneliti Centre for Strategic and International Studies, Arya Fernandes, dalam sebuah diskusi mengatakan bahwa pelaksanaan Pilkada Serentak pada Desember mendatang dirasa sulit dilakukan, dan opsi paling cepat baru bias digelar pada Maret 2021.
Sedangkan Peneliti Pusako dari Universitas Andalas, Charles Simabura mengkhawatirkan penundaan akan berefek panjang pada pelaksanaan Pilkada, terutama terkait aggaran pelaksanaan. Karena itu, dia meminta penundaan Pilkada agar tidak mengganggu anggaran yang sudah ditetapkan. Sehingga kapan pun Pilkada akan dilaksanakan, baik tahun ini maupun tahun depan.Terkait dengan anggaran usai pertemuan virtual dengan Menteri Keuangan Sri Mulyadi pada Senin (3/5), pihak Badan Anggaran DPR menyetujui Perpu No 01/2020 yang diajukan oleh Pemerintah yang didalamnya terdapat penambahan anggaran terutama dalam penanganaan Covid-19 dan rencananya hasil keputusan ini akan dibawa ke rapat paripurna untuk selanjutnya disahkan menjadi UU sebelum masa siding berakhir pada 12 Mei 2020.
Pendemi Covid-19 memang cukup dahsyat hampir dapat dikatakan semua kegiatan baik berskala nasional maupun internasional ditunda tahun ini hingga tahun depan. Namun, beberapa kegiatan olahraga skala nasional setiap negara sudah ada yang dilakukan kembali dikarenakan tuntutan ekonomi dan perjanjian hukum. Namun semua itu beresiko tinggi jika tetap dilaksanakan. Jadi apapun yang terjadi penundaan Pilkada adalah tepat, mengingatdalam masa Pilkada kehebohan suasana, pengumpulan massa yang massif serta berkumpulnya orang pasti akan terjadi. Sedangkan, merujukpendemi Covid-9, salah satu upaya penghentian wabah adalah mengurangi jumlah berkumpulnya orang, Karena efek dari berkumpul akan beresiko tinggi pada penularan penyakit. Belum lagi dengan gesekan-gesekan yang kerap menimbulkan kesalapahaman dan riak-riak dalam Pilkada. Selain itu dengan penundaan pemerintah bisa lebih berkonsentrasi dalam penanganan serta penghentian pandemi Covid-19.
“United Againts Covid 19” “Bersatu Melawan Covid 19” itulah yang menjadi tema Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gerakan Non-Blok (GNB) yang dilaksanakan secara virtual pada Senin malam (4/5). Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dari Istana Bogor, Jawa Barat hadir bersama dengan wakil dari 38 negara anggota GNB.
Dalam kesempatan itu, dia menyebut 59 tahun lalu, GNB didirikan untuk melawan “musuh bersama" yaitu imperialisme dan kolonalisme. Kini, musuh bersama yang harus dihadapi adalah pandemi Covid-19. Hal serupa juga disampaikan oleh Perdana Menteri India, Narendra Modi yang mengajak anggota GNB fokus pada apa yang bisa dilakukan untuk membantu dunia memerangi krisis kesehatan.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, setelah mendampingi Presiden mengikuti pertemuan, menyampaikan hasil yang disepakati. KTT GNB kali ini menghasilkan deklarasi yang antara lain menekankan pentingnya solidaritas dan kerjasama termasuk dalam memastikan ketersediaan obat dan peralatan medis dan mencegah dampak negatif Covid-19 terhadap ekonomi. Hal lain dicatat dalam deklarasi adalah pentingnya pertukaran informasi terkait Covid-19. Yang juga disambut baik adalah Resolusi Majelis Umum PBB No 74/270 terkait Global Solidarity to Fight Covid-19, di mana Indonesia merupakan salah satu penggagas. Bentuk konkret yang disepakati dalam KTT GNB ini adalah pembentukan Gugus Tugas GNB, yang nantinya bertugas menyusun basis data kebutuhan medis dan kemanusiaan negara untuk selanjutnya disampaikan ke negara dan organisasi donor.
Apa yang menjadi deklarasi KTT GNB sesuai dengan gagasan-gagasan yang disampaikan oleh Indonesia. Seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, GNB harus berjuang untuk mendapatkan akses yang berkeadilan dan tepat waktu terhadap obat-obatan dan vaksin Covid-19 dengan harga yang terjangkau. Sebelumnya, pada forum International Coordination Group on Covid-19, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga mengusulkan pembentukan platform bersama untuk berbagi informasi mengenai kapasitas produksi perusahaan di bidang alat kesehatan di tengah pandemi Covid-19.
Indonesia memang sangat fokus terhadap penanganan Covid-19 yang kini telah memapar 215 negara. Bukan saja untuk menangani 11 ribu lebih yang positif tertular virus corona baru di Indonesia. Tetapi juga berkontribusi untuk penanganan lebih dari 3.5 juta kasus positif di dunia. Semangat kebersamaan dan gotong royong yang dimiliki Indonesia, juga menjadi modal untuk bersama dengan Gerakan Non-Blok khususnya, dan dunia secara umum bersatu untuk melawan Covid-19. Karena belum ada yang bisa memastikan, kapan pandemi ini akan berakhir. Meski pandemi ini masih jauh dari usai, dengan semangat kebersamaan melawan Covid-19, setiap negara bisa bahu membahu untuk menekan angka sebarannya. Langkah-langkah konkret harus segera dijalankan. Seperti ajakan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo kepada negara anggota GNB, untuk bergerak cepat, cermat dan strategis, untuk Bersatu Melawan Covid-19. Bukan saja untuk mengatasi pandemi Covid-19 saat ini, tetapi menjadi lebih siap menangani pandemi yang mungkin muncul pada masa yang akan datang.
Marabahaya yang terjadi bersamaan di seantera penjuru bumi, rupanya mampu menggerakkan nurani para pemimpin negara untuk bergandeng tangan menghindari dan melawannya. Pandemi COVID 19 yang merata hampir di seluruh dunia, mendorong para pemimpin negara berpadu melawan, mengatasi dan mencegahnya.
Solidaritas melawan COVID itu muncul dalam pertemuan pemimpin dari berbagai penjuru dunia yang diselenggarakan Uni Eropa, Selasa 5 Mei 2020. Walaupun dilaksanakan secara daring, jarak antar negara tidak menyurutkan komitmen 40 pemimpin negara untuk bersama melawan COVID 19.
Sebagaimana dikatakan Presiden Uni Eropa, Ursula von der Leyen yang menjadi tuan rumah pertemuan, para pemimpin negara dan pemerintahan sepakat mendonasikan dana untuk pengembangan vaksin Corona serta membiayai kegiatan penelitian pengobatan pasien Covid 19. Sumbangan tidak hanya diberikan oleh para pemimpin pemerintahan atas nama negara, tetapi juga oleh lembaga lembaga penelitian, PBB dan organisasi nirlaba atau filantropi. Donasi yang terkumpul tercatat mencapai 8 milyar dollar Amerika atau senilai 120 trilyun rupiah. Perancis, Jerman dan Arab Saudi menjanjikan bantuan masing masing sekitar 8 trilyun rupiah. Bahkan Jepang menjanjikan sumbangan lebih dari 12 trilyun rupiah. Presiden Uni Eropa juga mengemukakan adanya komitmen penyanyi Madona untuk menyumbang sedikitnya 15 milyar rupiah. Negara yang tidak ikut berperan serta dalam pertemuan yang diinisiasi Uni Eropa itu adalah Amerika Serikat dan Rusia. Sedangkan China, negara pertama yang terjangkit Corona bulan Desember 2019, hanya diwakili oleh Duta Besarnya.
Kebersamaan global memerangi marabahaya ini baru pertama kali terjadi. Sebagaimana dikatakan para pemimpin dunia yang ikut dalam pertemuan tersebut, ini adalah gerakan bersama yang pertama kali terjadi.
Terwujudnya gerakan bersama antara pemerintahan, dengan organisasi internasional, badan nirlaba, yayasan, kaum profesional, artis, kalangan industri dan para ilmuwan, setidaknya menunjukkan bahwa secara global kebersamaan dapat diwujudkan atas dasar kesadaran mengatasi persoalan. Hal ini dapat menjadi penyejuk suasana panas yang muncul akibat sengketa antar negara, konflik bersenjata dan permusuhan.
Semoga inisiatif mengatasi persoalan global ini tidak berakhir saat ditemukannya vaksin Corona dan Convid 19. Sehingga impian adanya perdamaian dan dunia yang tentram, dapat terwujud.
Jumlah kasus kematian akibat virus Corona Covid19 di negara2 kawasan Eropa mencapai 120.140 jiwa pada akhir pekan lalu (data CNN 25/4) . Kasus kematian tertinggi terjadi di Italia, disusul Spanyol, Perancis dan Inggris. Mengutip AFP, setidaknya ada 2, 82 juta kasus virus corona di dunia dengan 60 persen dari total kematian terjadi di Benua Eropa. Namun sejak awal bulan April lalu kasus penyebaran virus corona di Eropa mulai melambat. Diharapkan situasi kondusif tersebut terus berlanjut memasuki bulan Mei 2020 ini.
Negara2 Eropa pun mulai bersiap-siap melonggarkan Pembatasan Wilayah / Lockdownnya. Italia misalnya, akan mulai melonggarkan Pembatasan secara bertahap mulai 4 Mei nanti. Belanda rencananya akan membuka lockdown pada 11 Mei, dengan tetap melakukan langkah-lamgkah ketat. Sekolah-sekolah di Belanda akan mulai dibuka pada 1 Juni, sementara cafe dan restoran baru akan dibuka pada 19 Mei. Jerman, seperti Italia akan melonggarkan lockdown pada 4 Mei. Sedangkan Spanyol rencananya baru akan menghentikan lockdown pada paruh kedua Mei 2020.
Untuk negara2 Eropa tampaknya bulan Mei membawa semangat baru setelah bulan-bulan sebelumnya sempat kewalahan menghadapi dan menangani virus corona ini. Meski demikian, masih banyak negara2 lain di berbagai belahan dunia yang baru memasuki awal masa pandemic. Diperkirakan masih butuh waktu beberapa bulan kedepan untuk mengendalikannya.
Diharapkan, pelonggaran Pembatasan Wilayah di beberapa negara Eropa di bulan Mei ini akan berhasil baik dan tidak menimbulkan resiko penularan baru. Sehingga dapat menjadi acuan kawasan lainnya yg saat ini masih berjuang mengatasi serangan virus Corona Covid19.
Sejak pandemi COVID-19 melanda Indonesia akhir Maret 2020, pemerintah mengimbau masyarakat untuk membatasi kegiatan di luar rumah dengan melakukan kegiatan belajar, bekerja dan beribadah di dalam rumah. Kebijakan belajar di rumah didukung oleh Kementerian Pendidkan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI dengan dikeluarkannya Surat Edaran nomor 4 tahun 2020 yang berisi pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran virus corona (COVID-19).
Kemendikbud juga memberlakukan kebijakan penutupan sekolah sementara dan memindahkan proses belajar mengajar dari sekolah ke rumah. Dengan kebijakan ini, seluruh proses belajar mengajar dari guru kepada siswanya dilakukan secara daring (online).
Bagi sebagian masyarakat Indonesia, terutama di perkotaan, mangakses internet bukanlah hal yang sulit. Internet sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di negeri ini. Data riset terbaru dari layanan manajemen konten HootSuite dan agensi pemasaran media sosial We Are Social dalam laporan bertajuk "Digital 2020" menyebutkan saat ini 64 persen dari total populasi di Indonesia telah terkoneksi internet.
Namun, bagaimana dengan masyarakat yang tinggal di pedesaan atau wilayah perbatasan yang tidak dapat mengakses internet karena tidak tersedia jaringan dan keterbatasan biaya?
Kesulitan dalam menyelenggarakan kegiatan belajar online disampaikan Titis Kartikawati, seorang guru di Sanggau, Kalimantan Barat, dalam konferensi pers virtual bertajuk "Inspirasi Para Pejuang Pendidikan pada Masa Pandemi COVID -19" di Graha BNPB, Jakarta, Sabtu (2/5/2020).
Ia menyampaikan, tidak semua daerah di Sanggau memilki jaringan internet karena banyak sekali blank spot di daerah terebut. Selain itu orangtua siswa kebanyakan bekerja sebagai buruh tani atau pedagang sayur, sehingga membeli kuota internet bukan menjadi prioritas mereka.
Kegiatan belajar mengajar di masa pandemi COVID-19 bukan hanya tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, guru, dan orang tua, tapi tanggungjawab semua lapisan masyarakat Indonesia, termasuk media. TVRI dan RRI, misalnya, merupakan media yang ikut menyiarkan program belajar untuk siswa di rumah. Cara ini membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa, terutama untuk yang tinggal di pelosok yang tidak memiliki akses internet.
Semoga kendala yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar tidak menyurutkan semangat guru dan siswa serta orang tua di masa pandemi COVID-19 ini. Dalam keadaan apapun, baik di masapandemi maupun kondisi normal, kegiatan belajar mengajar harus tetap dilaksanakan