Setelah sekitar satu bulan demonstrasi yang digelar oleh rakyat Aljazair, akhirnya Presiden Abdel Aziz Bouteflika bersedia mengundurkan diri. Pengumuman pengunduran dirinya disampaikan kepada Dewan Konstitusi Aljazair pada awal pekan ini. Selain tekanan dari rakyat melalui demonstrasi, ada pernyataan dari Kepala Staf Angkatan Bersenjata Ahmed Gaid Salah bahwa Bouteflika dianggap tidak mampu lagi memimpin Aljazair.
Dengan demikian, Bouteflika tidak lagi mengikuti pemilihan periode kelimanya. Berakhirlah era Bouteflika yang sudah berkuasa selama 20 tahun. Harus diakui bahwa Bouteflika masih dianggap orang kuat di Aljazair, namun serangan stroke 6 tahun lalu membuat Bouteflika mulai jarang tampil di depan publiknya.
Setelah pengunduran diri Bouteflika, Dewan Konstitusi mengumumkan kekosongan jabatan Presiden. Selanjutnya,Dewan menyampaikan kepada Majelis Ummah (Parlemen). Jika parlemen mengesahkan keputusan Dewan Konstitusi maka Ketua Parlemen akan menjabat Presiden sementara selama 90 hari dan menggunakan waktu tersebut untuk menggelar Pemilu. Namun, Ketua Parlemen sebagai Presiden sementara dilarang mencalonkan diri dalam pemilu.
Pengunduran Bouteflika sudah dilakukan sesuai dengan tuntutan rakyat. Tetapi bukan berarti masalah sudah selesai. Banyak tokoh menduduki jabatan penting seperti Ketua Dewan Konstitusi, Ketua Parlemen, dan Perdana Menteri. Mereka dianggap sebagai kroni Bouteflika. Sehingga, tuntutan pembersihan pemerintahan dari unsur Bouteflika masih disuarakan oleh rakyat dan partai oposisi.
Kini hal yang harus dipikirkan secara matang adalah situasi yang tidak menentu ini dimanfaatkan untuk kepentingan satu golongan. Meskipun diwarnai penguasaan oleh satu partai selama 20 tahun, harapan masih ada untuk melaksanakan demokrasi di Aljazair. Inilah saatnya bagi rakyat Aljazair menentukan masa depan mereka dengan memilih pemimpin yang membawa Aljazair pada kemajuan dan bukan pada kehancuran. Siapakah dia? Kita nantikan bagaimana hasil Pemilihan Umum Aljazair beberapa waktu mendatang.
Hari Buku Anak Sedunia diperingati setiap tanggal 2 April. Perayaan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kebiasaan membaca dan memupuk minat baca.
Berbicara tentang minat baca, beberapa penelitian menunjukkan betapa rendahnya tingkat minat baca masyarakat Indonesia. Namun, penelitian yang dilakukan Global English Editing tahun 2018 tentang negara yang menghabiskan waktu untuk membaca ternyata hasilnya cukup mencengangkan. Penelitian tersebut menunjukkan Indonesia berada di urutan ke 16, lebih baik daripada Argentina, Jerman dan Kanada. Negara yang tertinggi minat bacanya adalah India dengan waktu yang dihabiskan untuk membaca di atas 10 jam per minggu. Sementara Indonesia di atas 6 jam per minggu. Namun ini bukan prestasi akhir, harus ada upaya berkelanjutan untuk menjaga bahkan meningkatkan minat baca.
Peningkatan minat baca ini tentu saja tidak lepas dari peran pemerintah, pihak swasta dan juga masyarakat. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia, misalnya, terus mengoptimalkan budaya literasi.
Sejak tahun 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggiatkan Gerakan Literasi Nasional (GLN). Dari sisi anggaran, tak kurang Rp10 triliun dialokasikan untuk pengembangan literasi perbukuan. Dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan disebutkan buku pendidikan di Indonesia harus bermutu, harga terjangkau dan merata. Untuk itu, sebagai upaya mendukung Gerakan Literasi Nasional (GLN), Kemendikbud dan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) pada Selasa (2/04) menandatangani nota kesepahaman tentang pengembangan literasi dalam rangka meningkatkan fungsi dan peran buku dalam pendidikan dan kebudayaan di Indonesia.
Gerakan Literasi Nasional merupakan upaya untuk memperkuat sinergi antarunit utama pelaku gerakan literasi dengan menghimpun semua potensi dan memperluas keterlibatan publik dalam menumbuhkembangkan dan membudayakan literasi di Indonesia. Gerakan ini dilaksanakan secara menyeluruh dan serentak, mulai dari ranah keluarga sampai ke sekolah dan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
Meningkatkan literasi bangsa perlu dibingkai dalam sebuah gerakan nasional yang terintegrasi, tidak parsial, sendiri-sendiri, atau ditentukan oleh kelompok tertentu. Gerakan literasi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab semua pemangku kepentingan termasuk dunia usaha, perguruan tinggi, organisasi sosial, pegiat literasi, orang tua, dan masyarakat. Oleh karena itu, keterlibatan publik dalam setiap kegiatan literasi menjadi sangat penting untuk memastikan dampak positif dari gerakan peningkatan daya saing bangsa.
Lebih dari 57 juta warta Turki yang memiliki hak untuk memilih wali kota dan anggota dewan kota di seluruh negeri melakukan pencoblosan pada hari Minggu lalu (31/3/2019). Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa di Turki kalah di ibu kota Ankara dan Istanbul. Kekalahan ini dinilai sebagai pukulan bagi Presiden Recep Tayyip Erdogan dalam 16 tahun kekuasaannya. Sesuai tradisi politik di Turki, perebutan posisi gubernur atau wali kota di metropolitan Antara dan Istanbul mendapat sorotan utama pemilihan lokal karena merupakan barometer aspirasi rakyat terhadap kebijakan politik dan ekonomi pemerintah pusat.
Namun, secara umum dari pemilihan lokal yang digelar di seluruh negeri, AKP dan koalisinya masih unggul dengan raupan suara lebih dari 51 persen. Pemilihan lokal ini, yang dianggap amat menentukan masa depan pemerintahan Erdogan, digelar saat perekonomian Turki sedang memburuk. Nilai tukar mata uang lira terus merosot belakangan ini dan Turki dilanda resesi ekonomi dalam tiga bulan terakhir 2018.
Kekalahan di ibu kota negara itu tentu tidak dapat diterima begitu saja oleh partai berkuasa Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP). Sekretaris Jenderal AKP Fatih Sahin lewat akun Twitter-nya mengatakan segera memprotes dan bakal melawan hasil pemungutan suara di Istanbul dan provinsi Igdir di wilayah timur negeri itu. Erdogan dalam menanggapi kekalahan partai pendukungnya menegaskan kalo dia lebih memilih pemilihan umum 2023.
Sementara, ketua partai oposisi, Partai Rakyat Republik (CHP) Kemal Kilicdaroglu menegaskan kalau “musim semi” sedang melanda Ankara dan Istanbul. Dia bahkan menyamakan apa yang terjadi di kedua kota itu seperti musim semi Arab tahun 2011 yang menjatuhkan rezim diktator di beberapa negara Arab.
Hasil pemilihan lokal atau pilkada di Turki ditengarai sebagai cerminan penolakan masyarakat urban di Ankara, Istanbul serta beberapa kota besar lainnya menolak upaya Partai Keadilan dan Pembangunan dan Erdogan menutupi krisis ekonomi Turki dengan isu keamanan, terorisme, dan konspirasi asing.
“Musim semi” di Ankara dan Istanbul tentunya akan menjadi bahan evaluasi bagi Erdogan dalam menghadapi pemilihan umum 2023.
Sejak 2008 lalu, setiap tanggal 2 April, dunia memperingati Hari Kesadaran Autisme Sedunia. Tahun ini peringatan tersebut bertema, “Assistive Technologies, Active Participation” atau “Teknologi Bantuan, Partisipasi Aktif”. Sehubungan dengan peringatan tersebut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak masyarakat dunia untuk memastikan partisipasi orang-orang dengan autisme untuk merealisasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Dalam laman resminya PBB mengatakan, bagi banyak orang dalam spektrum autisme, akses ke teknologi bantuan yang terjangkau adalah prasyarat untuk dapat menggunakan hak asasi mereka dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat. Dengan demikian mereka dapat berkontribusi pada realisasi SDGs. Teknologi bantuan dapat mengurangi atau menghilangkan hambatan untuk berpartisipasi atas dasar kesetaraan dengan orang lain.
Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas mewajibkan negara-negara yang ikut serta dalam Konvensi untuk mempromosikan ketersediaan dan penggunaan teknologi bantuan dengan biaya yang terjangkau. Mereka juga harus memfasilitasi akses ke teknologi bantuan dengan mempromosikan penelitian dan pengembangan teknologi semacam itu.
Sementara teknologi terus berkembang, masih ada hambatan utama untuk penggunaan teknologi bantuan, termasuk biaya tinggi, kurangnya ketersediaan, kurangnya kesadaran akan potensi, dan kurangnya pelatihan dalam penggunaannya. Data yang didapat PBB menunjukkan bahwa di beberapa negara berkembang, lebih dari 50 persen penyandang disabilitas yang membutuhkan alat bantu tidak mendapatkan.
Di Indonesia sendiri pada tahun 2015 menurut harian Kompas (11/3), terdapat kurang lebih 12.800 anak dengan autisme dan 134.000 orang dewasa dengan autisme. Sayangnya di Indonesia belum ada data yang akurat mengenai jumlah peningkatan anak dengan autisme setiap tahunnya. Namun pada umumnya penanganan autisme di Indonesia sudah sama dengan negara lain. Saat ini telah banyak beredar informasi mengenai penanganan autisme, seperti dibukanya berbagai pusat terapi. Juga terbentuknya berbagai yayasan yang peduli menangani anak dengan autism. Selain itu, ada pula berbagai seminar yang membahas mengenai autisme.
Penanganan yang dahulu dianggap mustahil pada akhirnya dapat diterapkan pada anak yang memiliki gejala autisme sejak usia dini. Meskipun begitu, tidak semua mampu untuk melakukan penerapannya dengan metode yang tepat.
Disinilah pentingnya inisiatif dan peran pemerintah dalam mengatur pelayanan terkait autism. Baik dalam bentuk fasilitas fisik, maupun undang-undang. Dengan demikian semua penyandang autisme mendapat penangan yang tepat. Sehingga Indonesia akhirnya dapat menjalankan komitmennya dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) terkait penyandang disabilitas, yaitu, Leaving No One Behind.
Pada 31 Desember 2018, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210 tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (eCommerce). Namun pada 29 Maret 2019, rencana penerapan PMK tersebut secara penuh, yaitu pada 1 April 2019, dibatalkan.
Alasan di balik pembatalan, menurut Sri Mulyani adalah kurangnya sosialisasi. Akibatnya, banyak pihak yang salah paham mengenai peraturan tersebut. Sehingga diperlukan tambahan waktu yang cukup untuk sosialisasi.
Sebenarnya, kebijakan yang diambil pemerintah melalui Menteri Keuangan bertujuan untuk menciptakan perlakuan yang setara antara pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (eCommerce) dengan yang konvensional. Walaupun bertujuan baik, Pemerintah, melalui Menteri Keuangan tidak ngotot untuk tetap memberlakukannya sesuai rencana. Terutama karena memang dirasakan masih kurangnya sosialisasi
Bila melihat substansinya, PMK Nomor 210 memang dimaksudkan untuk tidak memberatkan para pedagang atau pelaku usaha e-commerce. Isinya lebih fokus pada pengaturan hak dan kewajiban yang bersifat umum, dan menekankan registrasi sebagai wajib pajak bagi para pedagang. Tetapi karena masih banyak pihak yang belum paham tentang substansi tersebut, maka polemik masih saja muncul. Pemerintah tidak ingin, polemik yang timbul dari ketidakpahaman banyak pihak ini, menimbulkan efek yang tidak menguntungkan bagi e-commerce yang sedang naik daun belakangan ini.
Indonesia merupakan negara 10 terbesar pertumbuhan e-commerce, bahkan mencapai 78 persen. Kontribusi sector e-commerce terhadap ekonomi Indonesia berpotensi terus meningkat, seiring pertambahan penduduk yang menggunakan internet dan peningkatan penetrasi e-commerce. Menurut studi McKinsey, di tahun 2022 perdagangan dengan system online akan menciptakan 26 juta lapangan pekerjaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tentu saja merupakan kewajiban pemerintah untuk menjaga pertumbuhan sector e-commerce karena berkontribusi menciptakan banyak lapangan pekerjaan. Di sisi lain, pemerintah juga tidak boleh membiarkan adanya penilaian masyarakat bahwa ada perbedaan perlakuan perpajakan antara transaksi e-commerce dengan transaksi perdagangan dan/atau jasa lainnya.
Direktorat Jenderal Pajak memang perlu gencar melakukan sosialisasi agar PMK 210 ini dapat segera diberlakukan.
Rakyat Thailand telah memberikan suaranya melalui Pemilu yang disaelenggarakan tgl. 24 Maret. Dua partai politik yaitu Palang Pracharat dan PheuThai memperoleh dukungan meyakinkan dari rakyat Thailand. Walau penetapan hasil Pemilu akan dilakukan 9 Mei, Komisi Pemilihan Umum Thailand menyatakam bahwa Palang Pracharat meraih suara terbanyak atau mayoritas dengan memperoleh 8 juta 400 ribu suara. Tempat kedua ditempati Partai PheuThai berhasil mengumpulkan hampir 8 juta suara.
Sebagaimana dikatakan oleh para pengamat politik, Partai Palang Pracharat adalah partai yang pro penguasa militer yang mengambil alih kekuasaan melalui kudeta sekitar 4 tahun lalu. Sedangkan, PheuThai yang meraup suara terbanyak kedua adalah partai oposisi utama yang mendukung mantan Perdana Memteri Shinawatra. Partai ini masih memiliki basis dukungan di kawasan pedesaan Thailand.
Kendati belum ada penetapan resmi, kedua partai utama di Thailand telah mengklaim memenangi Pemilu. Kedua pemimpun partai itu telah menyatakan segera merangkul partai kecil lainnya untuk membentuk koalisi. Karena itu sesungguhnya, kondisi dalam negeri di Thailand pasca pemungutan suara belum dapat ddiprediksi.
Sejarah mencatat bahwa Thailand adalah negara di Asia Tenggara yang paling sering dilanda kemelut politik. Junta militer beberapa kali melakukan kudeta, dengan dalih mengamankan negara dari kemelut politik. Kendati sering dilanda kemelut politik, pertumbuhan ekonomi negara itu tercatat tetap stabil.
Untuk pemilu tahun 2019 ini, suara mayoritas diperoleh oleh partai Palang Pracharat yang ditengarai pro junta militer. Apakah dengan demikian, hasil pemilu kali ini akan menghindarkan Thailand dari kudeta sebagaimana telah terjadi sebelumnya? Kita tentu masih harus menungu dan melihat perkembangannya. (Kbl)
Pernyataan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang mengakui dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel telah memicu penentangan. Didampingi Perdana Menteri Benyamin Netanyahu, yang sedang berkunjung ke Washington, dengan jelas Trump mengeluarkan pernyataan bahwa Amerika Serikat mengakui Dataran Tinggi Golan adalah wilayah kedaulatan Israel. Pengakuan Amerika Serikat yang disimbolisasi dengan penandatangani proklamasi pada hari Senin, serta disambut sangat gembira oleh Netanyahu itu segera mengundang penolakan dan kecaman.
Belgia, Inggris, Prancis, Jerman dan Polandia serentak menolak. Kelima negara yang merupakan anggota Dewan Keamanan PBB itu, Selasa 26 Maret, menyampaikan keprihatinannya atas pernyataan Donald Trump. Kelima negara itu menegaskan tetap tidak mengakui bahwa dataran tinggi Golan bukan wilayah Israel. Bahkan, kelima negara Eropa itu juga mengatakan tidak mengakui kedaulatan Israel atas wilayah wilayah di Golan yang diduduki Israel sejak 1967.
Sebagaimana diketahui pada tahun 1967 setelah perang enam hari dengan Suriah, Israel telah mencaplok dataran tinggi Golan, dan pada tahun 1981 telah secara efektif menganeksasi wilayah itu.
Penolakan pernyataan sepihak dari Donald Trump mengenai dataran tinggi Golan, serta merta disampaikan Rusia dan Cina. Dua anggota tetap Dewan Keamanan PBB itu sudah mengisyaratkan segera membicarakan klaim sepihak dari Amerika Serikat pada sidang Dewan Keamanan PBB. Kedua negara itu, nampaknya tidak dapat menerima alasan apapun dari Donald Trump. Salah satu alasan pernyataan kontroversial itu adalah, bagi Amerika Serikat pengakuan itu sebagai bentuk penentangan kepada Presiden Suriah Bashar al Assad dan Iran yang merupakan pendukung Al Assad.
Pernyataan Donald Trump yang menunjukkan secara tegas pemihakannya kepada Israel, tidak hanya kontroversial dan bersifat sangat sepihak, tetapi telah memicu ketegangan ketegangan baru khususnya di Timur Tengah. Negara-negara Teluk telah menunjukkan penentangannya. Sangat besar kemungkinan, konflik akan semakin membesar di Timur Tengah sebagai akibat dari pernyataan Donald Trump ini.
Dewan Keamanan PBB harus segera menyelenggarakan sidang untuk tidak hanya menanggapi keputusan Amerika Serikat, tetapi juga menolaknya.
“Hari ini sebuah peradaban baru akan kita mulai, yaitu dengan dioperasikannya MRT di DKI Jakarta, fase pertama”, itulah yang disampaikan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dalam sambutan peresmian Mass Rapid Transportation atau Moda Raya Terpadu - MRT Jakarta fase pertama, pada 24 Maret 2019. Jalur MRT Fase pertama sepanjang 15,7 kilometer dari Terminal Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia memiliki 13 stasiun berikut 1 Depo. Pada saat yang bersamaan juga dicanangkan pembangunan MRT fase kedua, yaitu jalur Bundaran HI – Stasiun Kota, yang direncanakan selesai pada tahun 2024.
Dibandingkan negara-negara di ASEAN, Indonesia memang lebih sangat terlambat memiliki moda transportasi terpadu. Walaupun, rencana pembangunan moda transportasi yang terintegrasi dengan bis Transjakarta, commuterline dan kereta ke bandara, sudah dirintis sejak 1985.Masyarakat Indonesia, khususnya warga Jakarta harus menunggu 34 tahun untuk memiliki moda transportasi berbasis rel ini. Wajar, jika adanya moda transportasi MRT diyakini akan membawa banyak perubahan untuk Jakarta.
Perubahan apa yang diharapkan terjadi di Jakarta? Yang pertama tentunya adalah masalah kemacetan. Menurut data Tomtom Traffic Index, Jakarta berada di tempat ketiga sebagai kota paling macet di dunia. Posisi itu berada di bawah Mexico City dan Bangkok. Tingkat kemacetan Jakarta 58 persen, dengan kemacetan di pagi hari 63 persen dan 95 persen di sore hari. Memang tak bisa dipungkiri, Pertumbuhan ekonomi dan melonjaknya jumlah populasi penduduk menyebabkan lebih banyak arus lalu lintas dan perpindahan di dalam kota. Diperikirakan lebih dari 18 juta unit kendaraan beredar di Jakarta. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional – Bappenas menyebut setiap tahun lebih dari 65 triliun rupiah kerugian karena kemacetan di Jabodetabek. Jumlah itu harus terbuang percuma menjadi asap setiap tahunnya. Dengan adanya harga tiket 8.500 rupiah naik Moda Raya Terpadu akan membuat Jakarta bisa mengurangi kerugian yang disebabkan kemacetan.
Perubahan lain yang diharapkan adalah gaya hidup warga Jakarta. Indonesia pernah disebut berada di peringkat satu negara dengan penduduk paling malas bergerak di seluruh dunia. Hanya sekitar 3.500 jumlah langkah rata-rata per hari penduduk Indonesia, dari jumlah yang seharusnya disarankan 10.000 langkah. Beragam keadaan ini tentu saja sindrom metabolik yang menjadi penyakit dan tentunya semakin berpotensi mengancam masyarakat Indonesia, bahkan di usia remaja.
Moda Raya Terpadu diharapakan akan membawa banyak kenyamanan bagi pelaku bisnis asing yang datang ke Jakarta. Jalur yang dilalui MRT adalah daerah bisnis. Berkurangnya kemacetan dan mudahnya menggunakan transportasi umum tentu akan menambah nilai Jakarta sebagai tujuan wisata. Apalagi Bundaran Hotel Indonesia berdekatan dengan banyak tujuan wisata seperti Museum, wisata kuliner dan wisata belanja. Dengan adanya Moda Raya Terpadu, semoga harapan menjadikan Jakarta sebagai pusat bisnis dan tujuan wisata dunia bisa diwujudkan.
Kampanye terbuka Pemilihan Umum 2019 yang juga disebut kampanye rapat umum telah dimulai hari Minggu (24/3) kemarin, dan akan berlangsung hingga 13 April mendatang. Bagi kedua kubu yang bersaing, pasangan calon (paslon) presiden 01 Joko Widodo-Maaruf Amin dan pasangan calon presiden 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, bersama partai politik pendukung mereka, ini akan menjad tahapan krusial. Karena kampanye rapat umum melibatkan mobilisasi massa dalam jumlah besar sehingga rawan benturan. Untuk menghindari bertemunya massa kedua paslon, Komisi Pemilihan Umum sudah membuat jadwal kampanye rapat umum berdasarkan zonasi wilayah.
Kampanye terbuka dapat diumpamakan sebagai “perang” berebut suara. Semua kontestan berusaha sekuat tenaga untuk menarik dukungan pemilih yang belum bersikap atau undecided voters. Perebutan dukungan ini menjadi perhatian tim sukses. Mereka akan digiring untuk memilih sesuai yang diinginkan.
Tim sukses, partai pendukung, dan relawan tentu sah-sah saja berusaha sekuat tenaga berebut dukunganundecided voters. Akan tetapi, perlu diingat upaya itu harus tetap mengedepankan etika dan mematuhi ketentuan perundangan sehingga tidak terjadi benturan. Apalagi, situasi kompetisi selama masa kampanye sejak September tahun lalu telah membuat polarisasi yang memanas dalam masyarakat.
Seluruh kontestan hendaknya kembali kepada filosofi kampanye, sebagai bagian dari pendidikan politik masyarakat, dan dilaksanakan secara bertanggung jawab. Sekecil apa pun pelanggaran selama kampanye terbuka harus diikuti dengan penindakan. Hukum pemilu harus ditegakkan. Jangan sampai kampanye terbuka disesaki praktik politik uang, intimidasi, dan kekerasan.
Esensi utama kampanye adalah memberikan literasi bagi calon pemilih sehingga bisa menentukan pilihan dengan rasional. Bukan kampanye yang sekedar menggunakan sisi emosional pemilih yang dikhawatirkan akan melahirkan fanatisme yang berpotensi konflik.
Untuk itu peserta pemilu hendaknya konsisten melaksanakan pakta integritas yang telah mereka tandatangani. Untuk mewujudkan pemilu damai, tanpa hoaks, tanpa politisasi SARA, dan tanpa politik uang.
Setelah Dana Desa dan Dana Kelurahan, pemerintah mewacanakan pengalokasian Dana Kecamatan. Wacana pengalokasian Dana Kecamatan muncul dalam rapat koordinasi nasional camat di Jakarta, Rabu (20/3/2019). Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, menjelaskan pihaknya saat ini tengah memproses usulan anggaran Dana Kecamatan. Menurutnya, anggaran ini berbeda dengan Dana Desa dan Kelurahan yang dianggarkan dari APBN. Dana Kecamatan nantinya akan dianggarkan dari APBD masing-masing daerah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam kesempatan yang sama memberikan sinyal positif terhadap usulan Menteri dalam Negeri. Dia menyatakan akan mengkaji alokasi dana untuk kecamatan. Oleh sebab itu, ia mengaku akan duduk bersama dengan pihak Kementerian Dalam Negeri untuk memilih instrumen paling efektif yang akan digunakan sebagai anggaran kecamatan.
Kalau jadi, Dana Kecamatan rencananya akan digelontorkan untuk menciptakan keseimbangan pembangunan. Maklum, desa dan kelurahan telah mendapatkan alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pada akhir tahun lalu, kebijakan pemerintah terkait dana kelurahan menuai polemik. Walaupun kebijakan Dana Kelurahan ini bagus, tetapi menuai polemik karena dana tersebut dikeluarkan menjelang pemilihan presiden. Oleh karena itu maka ada penilaian bahwa kebijakan ini menguntungkan pihak petahana dalam pemilihan presiden 2019.
Wacana Dana Kecamatan ini, walaupun baru sebatas wacana, tetap saja ada potensi menimbulkan polemik karena dimunculkan saat menjelang pemilihan umum April 2019. Untuk menepis dugaan ini, Tjahjo menyampaikan bahwa dirinya sudah melobi dana kecamatan ke Menteri Keuangan Sri Mulyani selama dua tahun terakhir. Melihat pernyataan Tjahjo ini, tampaknya wacana ini tidak muncul tiba-tiba dalam rangka pemilu.
Pertanyaan kritis yang patut kita ajukan terhadap wacana ini adalah seberapa bermanfaat Dana Kecamatan ini bila direalisasikan ?
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, selain menjalankan perannya sebagai pembina dan pengawas pemerintahan desa, Pemerintahan kecamatan juga melaksanakan berbagai urusan administrasi kependudukan dan perijinan, serta pelayanan dasar sektoral mulai dari urusan ketertiban dan keamanan, pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat dan upaya-upaya konkrit mensejahterkan masyarakat.
Melihat peran besar yang didelegasikan kepada pemerintah kecamatan ini, tentu saja membutuhkan dukungan dana yang cukup. Selama ini pemerintahan kecamatan mendapat dana dari APBD. Apakah itu belum cukup sehingga muncul wacana adanya Dana Kecamatan? Apa fungsi dari anggaran kecamatan itu?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini memang perlu kajian mendalam dari pemerintah. Efektivitas dana ini bila direalisasikan perlu juga dikaji secara mendalam walaupun usulan Dana Kecamatan ini merupakan upaya untuk meningkatkan percepatan pembangunan dan pelayanan publik pada level bawah.
Pemerintah tidak perlu tergesa-gesa dalam memutuskan usulan ini. Karena, selain perlu kajian mendalam yang butuh waktu yang cukup, ketidak tergesa-gesaan juga untuk menghindari polemik menjelang pemilu 2019.