Informasi pertama datang dari New York, Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan Side Event tentang Mendorong Cara-Cara Inovatif untuk Mengatasi Kesenjangan Kapabilitas Dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian (MPP), 14 Februari 2018 disela-sela Sidang C-34 (Peacekeeping Operations). Side Event antara lain telah menghadirkan Atul Khare, United Nations Under-Secretary-General (USG) for Field Support, selaku pembicara utama. KUAI/Dewatap RI untuk PBB di New York, Duta Besar Ina Krisnamurthi, bertindak sebagai moderator. Kegiatan diskusi panel juga diisi oleh sejumlah panelis yaitu Ms. Anne Marie van den Berg (Direktur Divisi Dukungan Logisitik PBB), Kolonel Aldrin Petrus Mongan (Wakil Komandan Pusat Pemeliharaan Perdamaian), dan Dr. Yayat Ruyat (Kepala Divisi Pengembangan, PT. PINDAD (Persero). Adapun hal-hal yang dapat digarisawahi dalam Side Event, antara lain sebagai berikut: Pertemuan menggarisbawahi keberhasilan Kontingen Indonesia dalam menjalankan tugas yang dimandatkan pada Peacekeeping PBB dengan menggunakan produk-produk industri strategis nasional. Atul Kare mengungkapkan, menghadapi tantangan yang dalam MPP PBB saat ini diperlukan suatu inovasi dan penguatan kapasitas untuk dapat menjalankan tugas di lapangan, dan saat ini PBB bersama dengan Negara Kontributor perlu terus meningkatkan kerjasamanya di bawah kerangka bilateral maupun trilateral. Dikatakannya, Indonesia telah berhasil mengoptimalkan penggunaan produk-produk industri strategis nasional oleh Kontingen Garuda dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa-MPP PBB sesuai amanat Roadmap Vision 4,000 Peacekeepers 2015-2019. Lebih lanjut, Side Event juga membahas cara-cara konkrit untuk memperkuat kemampuan MPP PBB, termasuk melalui pengadaan alternatif dan pembiayaan peralatan yang inovatif bagi TPCC’s. Pertemuan telah dihadiri oleh 115 peserta yang terdiri wakil dari negara-negara yang hadir dalam minggu pertama sidang C-34.
Murahnya Biaya Kuliah Mahasiswa Indonesia di Turki
Informasi selanjutnya datang dari Turki. Tidak sedikit mahasiswa Indonesia yang saat ini menempuh pendidikan di luar negeri. Namun, belum banyak pelajar Indonesia yang mengetahui kalau negara Turki juga bisa menjadi pilihan utama untuk melanjutkan studi. Apalagi, biaya pendidikan di sejumlah perguruan tinggi di Turki sangat murah. Salah seorang mahasiswa Indonesia yang kuliah di Turki, Muhammad Al Fatih (20) misalnya hanya membayar uang kuliah sebesar Rp 600 ribu per semester. Demikian kata Fatih saat berbincang dengan Republika.co.id di Jakarta, Sabtu (17/2). Sayangnya, kata Fatih, masih banyak yang belum mengetahui bahwa kuliah di Turki sangat murah, khususnya di kampus-kampus negeri. Karena itu, menurut dia, Yayasan Pendidikan Indonesia-Turki saat ini sedang melakukan sosialiasi ini kepada pelajar Indonesia. Turki merupakan negara yang menjadi tempat kekhalifahan Islam terakhir. Turki saat ini telah berubah menjadi sebuah negara maju dan memiliki pengaruh kuat dalam pergaulan antarbangsa. Sementara itu, Ketua Yayasan Pendidikan Indonesia-Turki, Doddy Hidayat mengatakan bahwa biaya kuliah di Turki memang sangat terjangkau dan biaya hidupnya murah, seperti halnya biaya kuliah di Universitas Suleyman Demiral. Menurut dia, biaya SPP tertinggi di kampus ini adalah Fakultas Kedokteran, tapi masih jauh lebih murah dibandingkan jurusan kedokteran di Indonesia. Doddy mengatkan, Hanya 3,5 juta per semester.Pendaftaran ujian untuk masuk Universitas Suleyman ini rencananya akan dilakukan di Jakarta dan Bandung pada tanggal 5 Mei 2018. Peserta yang telah lengkap melakukan pendaftaran akan di beri undangan untuk mengikuti ujian masuk. Peserta ujian masuk bisa mendaftar di Yayasan Pendidikan Indonesia Turki dengan mengisi pendaftaran Online melalui website :www.belajarditurki.com.
37 Diplomat Muda Indonesia "Nyantri" Di Pesantren
Informasi terakhir yaitu dari Indonesia. Sebanyak 37 Diplomat Muda Indonesia akan melakukan live in (nyantri) di Pesantren. Pondok Modern Gontor menyatakan siap mendukung kegiatan baru dari Pusat Pendidikan dan Latihan-Pusdiklat Kementerian Luar Negeri tersebut. Para diplomat yang akan masuk dalam pendidikan tingkat madya Sekolah Staf Dinas Luar Negeri –Sesdilu itu diharapkan menyerap pengetahuan tentang dunia pesantren dan sekaligus berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada santri pondok dan mahasiswa Universitas Darussalam. Inilah program yang saling mengisi atau saling berbagi. Pimpinan Pondok Modern Gontor, Ponorogo Jawa Timur , KH Hasan Abdullah Sahal Rabu (14/2) mengatakan, Mereka akan mengenal pondok lebih baik dan ini bisa menjadi bekal dalam diplomasi Islam Indonesia yang penuh rahmat. Sementara itu, Rektor Universitas Darussalam, Prof. Dr. Amal Fathullah Zarkasyi didampingi Wakil Rektor, Dr. Hamid Fahmy langsung meminta agar konsep kegiatan dimaksud segera dibuat kongkrit. Selain perlu dirancang pertemuan langsung dengan pimpinan pesantren, para diplomat itu nantinya juga akan mengisi berbagai kelas di Universitas untuk berbagi pengalaman tentang diplomasi praktis, seperti simulasi sidang internasional, public speaking, serta membahas isu-isu regional dan multilateral. Pembicaraan program “Diplomat Nyantri” antara Pimpinan Pesantren, Universitas Darussalam bersama Direktur Sesdilu berlangsung di beranda kediaman KH Hasan Abdullah Sahal (14/02/18), Gontor. Kegiatan “Diplomat Nyantri” akan dilaksanakan pada bulan April selama 3 hari. Diplomat laki-laki akan beraktifitas di Pondok dan Universitas Darussalam Gontor, sedangkan diplomat putri akan tinggal bersama santri putri di Mantingan, sekitar satu jam dari Gontor. Menurut Direktur Sesdilu, M Aji Surya, selama nyantri di pondok, para diplomat diharapkan memahami Islam dan pesantren dalam khazanah kehidupan bangsa Indonesia. Bahkan, mereka ditargetkan dapat sharing tentang diplomasi Indonesia dengan lebih dari 3.500 santri dan mahasiswa.
Dalam sebuah konperensi pers yang disiarkan televisi setempat, hari Rabu ( 14 Februari 2018 ) Presiden Afrika Selatan, Jacob Zuma, mengumumkan akan segera mengundurkan diri. Namun Zuma juga mengatakan tidak setujuatas keputusan partainya, Kongres Nasional Afrika (ANC) yang menginginkan pengunduran dirinya atau menghadapi mosi tidak percaya di Parlemen.
Partai ANC berjuang untuk memperbaiki tingkat kepercayaan masyarakat yang merosot. Menurut media setempat, Zuma, kader ANC yang menjadi Presiden di Afrika Selatan sejak 2009, kehilangan kepercayaan rakyat karena serangkaian tuduhan korupsi. Zuma membantah melakukan tindakan tercela itu. Namun pengadilan tinggi Afrika Selatan pada tahun 2016 pernah menyatakan Zuma melanggar konstitusi karena menggunakan uang negara untuk membiayai rumah pribadi. Polisi setempat hari Rabu menggerebek rumah mewah di Johannesburg milik seorang pengusaha yang dekat dengan Zuma. Selain itu Zuma juga sedang menanti keputusan Jaksa Agung, terkait apakah dia akan dituntut atas tuduhan korupsi atau tidak.
Akibat serangkaian tuduhan korupsi tersebut Zuma kemudian mengundurkan diri dari posisi Ketua Partai ANC. Hal ini disambut baik oleh pihak oposisi dan juga rekan-rekan di ANC yang tidak sefaham dengannya. Meski demikian, ANC tetap menghormati Zuma atas beberapa kebijakan positif saat menjadi Presiden. Dalam suatu pernyataan, ANC mengatakan mundurnya Zuma membuat situasi Afrika Selatan lebih pasti.
Posisi Zuma di ANC digantikan oleh Cyril Ramaphosa yang saat ini menjadi Wakil Presiden. Setelah Zuma mundur, Cyril dianggap pantas oleh parlemen untuk menggantikan Zuma sebagai Presiden Afrika Selatan.
Semoga persoalan kepemimpinan di Afrika Selatan segera dapat diatasi. Terlepas dari bersalah atau tidak, kenegarawanan Zuma telah ditunjukkan dengan melepaskan jabatannya. Sekarang yang menjadi tantangan Cyril Ramaphosa, mampukah membuat Afrika Selatan menjadi lebih baik?
Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem bekerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Bogor, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melakukan riset jamur morel di Taman Nasional Gunung Rinjani, Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Peneliti Utama Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan (P3H) Bogor, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Dr Maman Turjaman, di Mataram, Senin (6/2), mengatakan riset tersebut bertujuan untuk memperoleh teknik budi daya jamur morel Rinjani, baik secara in situ dan ex situ.
Maman Turjaman mengatakan, mereka akan melakukan uji coba budi daya di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani, dengan lokasi tertentu yang memenuhi syarat untuk jamur bisa tumbuh. Ada 1.000 media tanam yang sudah disiapkan. Ia mengatakan jamur morel yang akan diuji coba untuk dibudidayakan adalah jenis morel Rinjani (morchella crassipes). Penamaan salah satu flora Gunung Rinjani tersebut berdasarkan hasil riset dan pengecekan base jamur morchella di National Center For Biotechnology (NCBI).
Jamur tersebut merupakan hasil temuan dari tim Budi daya Taman Nasional Gunung Rinjani - BTNGR ketika melakukan pemantauan rutin di dalam kawasan pada 2009. Temuan tersebut kemudian dilaporkan ke Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan P3H Bogor, untuk diteliti lebih lanjut.
Dikatakannya, Morel adalah jenis jamur termahal kedua di dunia, setelah jamur truffles. Oleh karena itu mereka termotivasi untuk melakukan riset, meskipun pelaksanaannya pada 2017.
Peneliti Madya P3H Bogor Asep Hidayat, menambahkan jamur morel sudah dibudidayakan secara massal di Eropa, sejak seratusan tahun silam. Namun para peneliti terlebih dahulu melakukan riset sebelum menyebarkan teknologi budi daya kepada masyarakat luas.
Selain di Eropa, lanjut dia, para peneliti jamur di Tiongkok, juga melakukan riset tentang flora yang hanya bisa tumbuh di daerah tropis tersebut sejak 1980. Kemudian pada 1992, para peneliti menemukan formula untuk budi daya, namun baru pada 2012 dilakukan budi daya untuk komersial.
Maman Turjaman mengatakan, untuk 'morel' Rinjani, pihaknya memulai eksplorasi lapangan hingga uji laboratorium pada 2017 hanya dalam waktu 10 bulan. Sekarang akan mencoba teknologi budi dayanya. Jika hasilnya bagus, akan dibudidayakan secara massal.
Sementara itu, Kepala Subbagian Tata Usaha Budi daya Taman Nasional Gunung Rinjani BTNGR Dwi Pangestu, berharap uji coba budidaya jamur "morel" Rinjani di dalam kawasan konservasi bisa membuahkan hasil yang positif.
Dengan begitu, flora tersebut bisa menjadi salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang bisa dimanfaatkan dan dibudidayakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan Gunung Rinjani. Selain Jamur morel Rinjani, kawasan tersebut juga menghasilkan pakis, rumput, tanaman obat, madu, dan buah rotan