Hari ini kami akan memperkenalkan Pulau Pombo di Maluku. Maluku adalah sebuah provinsi di Indonesia yang meliputi bagian selatan Kepulauan Maluku. Karena provinsi ini terdiri dari banyak pulau, maka ia menyimpan banyak sekali potensi wisata bahari berupa pantai. Salah satunya adalah Pulau Pombo yang merupakan pulau tak berpenghuni yang menyajikan pemandangan alam dan pemandangan bawah laut yang indah.Pulau Pombo terletak di Kecamatan Salahhutu, Kabupaten Maluku Tengah dan berada di tengah-tengah Pulau Ambon dan Pulau Haruku. Pulau Pombo adalah pulau kecil yang sangat indah. Luas pulau ini hanya sekitar 4 kilometer persegi. Selama perjalanan menuju ke pulau ini, anda akan melihat seolah-olah pulau ini mengapung sendirian di tengah laut. Ditambah dengan pasir putih dan air laut yang jernih akan membuat siapa pun yang datang ke pulau ini terpukau akan keindahannya.
Pulau Pombo disebut sebagai salah satu spot snorkling dan diving baru di Maluku yang mulai menarik minat banyak penyelam, baik dari dalam atau pun luar negeri. Ketika menyelam ke dasar perairan Pulau Pombo, anda akan menyaksikan kekayaan biota lautnya, mulai dari berbagai jenis ikan, kerang, rumput laut, hingga terumbu karang dengan beragam bentuk yang unik.
pemandangan bawah laut Pulau Pombo memang sangat memukau, namun keindahan daratan Pulau Pombo juga tidak kalah memesona. Pulau ini dapat anda kelilingi selama kurang lebih 1 jam. Selama mengelilingi pulau ini, anda dapat menemukan hewan endemik pulau ini, yaitu Burung Pombo dan beberapa burung lainnya. Keindahan pulau ini juga cukup menakjubkan ketika air sedang surut. Daratan baru yang awalnya merupakan perairan dangkal perlahan mulai terlihat dan berubah menjadi pasir-pasir yang membentuk daratan.
pulau ini hanya berjarak sekitar 5 kilometer dari ibu kota Maluku, yaitu Kota Ambon. Untuk mencapai pulau ini anda dapat menggunakan kendaraan umum dari Kota Ambon selama kurang lebih 1 jam ke Pelabuhan Tulehu. Kemudian dari pelabuhan anda dapat menggunakan speed boat selama 10 menit untuk sampai di Pulau Pombo.Pulau ini memang tidak memiliki penginapan, tetapi biasanya pulau ini digunakan sebagai tempat berkemah karena suasananya yang sangat cocok untuk mendirikan tenda. Di tengah pulau juga banyak pohon-pohon rindang yang dapat digunakan untuk berteduh.
Hari ini kami akan memperkenalkan kepada anda Tanjung Palette dari Bone, Provinsi Sulawesi Selatan .
Berkunjung ke Sulawesi Selatan kurang lengkap rasanya apabila anda tidak mengunjungi kota Bone. Kota Bone merupakan salah satu kerajaan terbesar di Sulawesi Selatan. Di sini anda juga bisa berwisata bahari ke Pantai Tanjung Palette. Tanjung Palette adalah salah satu kawasan wisata di kabupaten Bone yang berhadapan langsung dengan laut Teluk Bone, sekitar 12 Km sebelah timur kota Watampone. Pantai ini memiliki pemandangan alam yang indah dan didukung fasilitas yang memadai seperti kolam renang , kafe, dan gazebo. Di sini juga sudah tersedia hotel yang bisa memanjakan anda dan keluarga.
dari kota Makasar ke pantai Tanjung Palette yang terletak di kecamatan Tanete Riattang desa Pallete , memerlukan waktu kurang lebih 3 jam. Untuk sampai ke Pantai Tanjung Palette ini anda akan melewati jalanan yang berliku, tikungan dan juga tanjakan yang tajam, karena dulunya akses menuju kota Bone adalah dataran pegunungan yang dibelah. Walaupun demikian perjalanan menuju Tanjung Palette ini sangat menyenangkan. Di sepanjang perjalanan, akan disuguhi dengan pemandangan yang indah berupa hamparan sawah yang menghijau dan kawasan tambak ikan bolu milik masyarakat setempat。
ciri khas pantai Tanjung Palette adalah pantai dengan karang terjal dan pemandangan bukit karang yang cantik disertai denga deburan ombak yang keras。. Walaupun kawasan Tanjung Palette ini berupa pantai karang yang terjal, namun hal itu justru semakin menambah keindahan kawasan Tanjung Palette. Dari Pantai karang ini anda bisa menikmati pemandangan indah dari puncak-puncak karang ada ada. Anda juga bisa merasakan hembusan angin dan deburan ombak yang silih berganti.
Kawasan Tanjung Palette bukan berupa hamparan pasir putih seperti kawasan pantai lainnya. Bagi anda yang mau berenang, di kawasan ini juga tersedia kolam renang .dibalik keindahan kawasan Tanjung Palette, ada cerita rakyat turun temurun yang menarik, di mana pada waktu kerajaan Bone berkuasa, pantai ini digunakan sebagai tempat “Mallabu Tau “ atau menenggelamkan orang karena pelanggaran yang berat. Biasanya orang yang “dilabu” atau ditenggelamkan adalah pasangan yang sudah berkeluarga tetapi selingkuh. Mereka yang berselingkuh akan diikat dan dibuang bersama di sini. Sampai sekarang, pada umumnya masyarakat Bone dan masyarakat Bugis menganggap selingkuh menjadi hal yang sangat dihindari.
setelah memanjakan diri di tanjung Palette, dalam perjalanan pulang anda bisa menikmati seafood seperti kepiting bakau yang menjadi ikon kabupaten Bone. Selain itu anda juga bisa membeli pisang Bone dan aneka olahan hasil rakyat Bone sebagai oleh-oleh juga sebagai teman dalam perjalanan pulang anda . Pastikan untuk tidak terlewatkan membeli pisang khas Bone ini karena selain harganya murah, rasanya juga enak sekali.
demikian Pesona Indonesia edisi kali ini tentang tanjung Palette di kabupaten Bone provinsi Sulawesi Selatan. Bila anda belum menemukan tempat yang cocok untuk anda berlibur, mungkin tanjung Palette ini bisa menjadi destinasi liburan anda yang akan datang.
Hari ini akan memperkenalkan kepada anda Tradisi Mamiang Bagas. Ada tradisi unik yang hingga kini masih dilestarikan masyarakat Desa Aek Banir, Kecamatan Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Mereka punya tradisi angkat rumah secara beramai-ramai yang dikenal dengan sebutan dalam bahasa Mandailing, yakni "Mamiang Bagas". Mamiang Bagas merupakan tradisi mengangkat rumah panggung yang terbuat dari kayu secara beramai-ramai. Bagi warga yang hendak memindahkan rumahnya akan dibantu oleh warga sekitar dengan sukarela. Bobot rumah yang dipindahkan tentu saja tidak ringan, bisa saja ratusan kilogram beratnya. Jarak rumah yang dipindahkan ke lokasi baru juga tidak dekat. Tradisi turun temurun ini terus dilakukan sebagai cerminan dari sifat gotong royong masyarakat yang masih terjaga di Kabupaten Madina, Sumut.
kegiatan Mamiang Bagas, diawali dengan undangan musyawarah dari pemilik rumah untuk menentukan tanggal pelaksanaan kegiatan. Pada musyarawah tersebut, biasanya para pemuda desa berkumpul bersama. Pada hari yang telah ditentukan, batang bambu yang telah dipersiapkan mulai diikat di setiap tiang penyanggah rumah. Selain batang bambu, rute yang akan dilalui juga sudah dibersihkan dan diamankan sehingga dapat dilalui. Melalui satu teriakan komando, rumah panggung itu pun mulai terangkat dari permukaan tanah dan bergerak.
warga harus memanggul rumah kayu ini secara bersamaan. Tak jarang warga harus berkali-kali menurunkan rumah karena terlalu berat, lalu diangkat kembali. Untuk sampai di tujuan, bisa memakan waktu hingga berjam-jam, apa lagi jika lokasi yang baru melewati jalan dan daerahnya sempit. Suara teriakan para warga ini terdengar bersahut-sahutan membuat suasana semakin semangat dan ramai. Pada akhirnya, rumah panggung tersebut dapat menempati lokasi baru.
setelah rumah panggung berhasil dipindahkan ke lokasi yang baru, kegiatan dilanjutkan dengan acara syukuran, dengan tujuan agar rumah yang baru saja dipindahkan terhindar dari bencana dan malapetaka. Tradisi Mamiang Bagas diakhiri dengan acara makan bersama sebagai bentuk ikatan silaturahmi kekerabatan yang erat antar warga. Makan bersama adalah ungkapan terimakasih dari pemilik rumah kepada semua warga yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga membantu memindahkan rumahnya
Hari ini akan memperkenalkan kepada anda Ritual Gumbregan. bagi petani, hewan seperti sapi dan kerbau amatlah berarti. Kedua hewan tersebut banyak digunakan untuk membantu para petani di sawah atau ladang. Karenanya, petani selalu berharap hewan ternaknya selalu sehat bahkan terus beranak-pinak. Harapan ini, bagi sebagian masyarakat petani mereka visualisasikan melalui ritual, salah satunya ritual Gumbregan. Selain berdoa agar hewan ternak sehat dan beranak pinak, ritual ini juga sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, ritual ini juga digelar untuk mempererat tali persaudaraan antar warga tanpa memandang latar belakangnya.
Gumbregan hingga kini masih dilestarikan turun-temurun oleh masyarakat dusun pokoh 2, Dlingo, Bantul, Yogyakarta. Tahun ini, ritual Gumbregan dilakukan dengan mengarak sapi, kambing, dan gunungan (tumpukan makanan hingga berbentuk gunung) keliling kampung. Warga mengarak hewan yang dihias seperti pengantin pada bagian depan. Kemudian disusul iring-iringan gunungan, kesenian, dan tokoh serta pemuka dusun. Arak-arakan hewan ternak ini menuju ke lapangan kampung. Arak-arakan diiringi alunan alat musik reog dan doger. Setelah sampai, puluhan hewan ternak ditempatkan di tempat teduh menunggu upacara dimulai.
berkumpul di lapangan, warga membawa tumpeng nasi putih dan gudangan. Gudangan adalah sayur rebus dicampur dengan parutan kelapa. Kemudian warga mengambil air dari pancuran dengan wadah menuju tempat hewan ternak warga. Air dicipratkan ke ternak menggunakan daun dadap serep. Daun dadap serep dipercaya bisa memberikan rasa tenang pada hewan, bahkan daun ini masih banyak digunakan untuk pengobatan tradisonal masyarakat setempat. Selanjutnya tokoh masyarakat dan masyarakat setempat mendoakan nasi gudangan. Kemudian pemilik hewan ternak memberikan nasi gudangan ke hewan ternaknya. Sapi dan kambing warga memakan nasi dengan lahapnya.
Disela ritual Gumbregan, warga juga dihibur pementasan kesenian berupa penampilan seni tari tradisional dari sanggar setempat. Sementara pada malam harinya diadakan pagelaran wayang kulit. Ritual unik ini terus dilestarikan turun-temurun oleh pemerintah daerah setempat, karena bisa menjadi penambah daya tarik wisata daerah mereka, apalagi jika dikemas lebih menarik.
Edisi kali ini, akan memperkenalkan salah satu destinasi wisata dari Bali. Jadi,
Pulau Bali merupakan salah satu destinasi favorit dari Indonesia bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Pulau ini tak hanya terkenal akan keindahan alamnya yang menawan, tapi juga nilai budayanya. Meski banyak tempat menarik yang bisa dikunjungi, masih ada beberapa destinasi wisata di Bali yang masih tergolong sepi. Salah satunya Pantai Suluban.
meski tergolong sepi dari wisatawan, nama Pantai Suluban terkenal di kalangan pecinta surfing atau olahraga selancar. Destinasi ini memiliki ombak besar. Oleh karena itu, Suluban dikenal sebagai spot favorit untuk olahraga selancar. Pantai ini juga dikenal sebagai Blue Point Beach. Sebutan tersebut berasal dari nama hotel yang letaknya tak jauh dari destinasi wisata ini. Disebut demikian agar bisa memudahkan wisatawan asing kembali ke pantai yang letaknya tersembunyi ini.
di Pantai Suluban ada tebing karang eksotis yang menakjubkan. Ombak yang menghantam tebing karang seakan menjadi pemandangan istimewa yang tak akan ditemukan di tempat lain.Meski lebih cocok digunakan untuk berselancar, destinasi wisata dengan tiket masuk gratis ini memiliki kegiatan seru lainnya yang bisa dilakukan. Wisatawan dapat melihat habitat monyet di sekitaran pantai atau juga menikmati hidangan kuliner khas Bali di restoran yang berada tak jauh dari pantai. Dari sini panorama alamnya semakin terlihat menakjubkan. Terlihat perpaduan warna putih pada pasir pantainya, hijau tosca di bagian tepi pantai dan biru tua di bagian laut dalam.
sepanjang perjalanan menuju pantai, wisatawan akan disambut oleh masyarakat setempat. Sebagian besar duduk di gubug dan menghabiskan waktu untuk menenun kain. Meski terlihat sibuk, warga setempat sangat ramah dengan wisatawan. Wisatawan bisa bercengkerama dengan masyarakat setempat sambil mencari tahu lebih dalam keunikan dari pantai eksotis yang berada di bagian selatan Bali ini.
Hasil tenun buatan masyarakat dijual di toko cenderamata. Selain kain tenun dengan motif yang cantik, toko tersebut juga menawarkan aneka aksesoris, seperti topi, kalung, dan gelang.
Pantai Suluban berada di Desa Pecatu, Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Dari Bandara Ngurah Rai menuju pantai ini membutuhkan waktu kurang lebih 45 menit dengan kendaraan bermotor. Jalan menuju objek wisata ini pun sudah memadai, bahkan ada papan petunjuk yang memudahkan wisatawan. Namun, di sini tidak ada transportasi umum yang memadai, jadi disarankan untuk menggunakan kendaraan pribadi atau sewa.
11 September diperingati sebagai hari Radio nasional, sekaligus merupakan peringatan hari ulang tahun Radio Republik Indonesia (RRI). Tahun ini RRI berulang tahun ke-73. Dalam rangka ulang tahun RRI, edisi pesona Indonesia kali ini mengajak anda lebih dekat lagi dengan Radio Kebanggan bangsa Indonesia dengan mengunjungi Museum Penyiaran RRI Solo di Jawa Tengah. Museum Penyiaran RRI sangatlah bersejarah. Pasalnya, melalui radio, sejarah pengumuman kemerdekaan tersiar ke seluruh wilayah Republik Indonesia pada tahun 1945 silam.
Museum Penyiaran diresmikan bertepatan dengan peringatan ulang tahun ke-68 Radio Republik Indonesia (RRI), 11 September 2013. Museum tersebut didirikan sebagai bentuk penghormatan kepada Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara VII, yang membentuk Solose Radio Vereniging (SRV) pada 1 April 1933. SRV adalah cikal bakal dari RRI Surakarta sekarang ini. Museum Penyiaran RRI Solo diresmikan oleh Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI, Rosalita Niken Widiastuti melalui video streaming dari Jakarta. Berdirinya Museum Penyiaran diharapkan dapat memelihara memori masyarakat tentang sejarah RRI di Surakarta dan penyiaran di Indonesia.
Museum Penyiaran berada di kompleks RRI Surakarta di Jalan Abdul Rachman Saleh Nomor 51. Letaknya tak jauh dari pusat kota Solo. Museum ini berada di lantai dua auditorium RRI Solo dengan menempati ruangan dengan panjang sekitar 14 meter dan lebar 4,8 meter. Museum ini buka dari Senin hingga Jumat.
Untuk masuk kedalam, anda tidak perlu membayar tiket masuk. Hanya saja, anda harus izin terlebih dahulu ke pihak RRI Solo.
Masuk ke dalam museum anda akan melihat patung tokoh pelopor radio nasional, Mangkunegara VII. Di dalam museum ini, tertata rapi koleksi radio kuno beserta perangkat pendukung penyiaran dari masa ke masa.
Ada banyak Benda bersejarah dipajang di museum, seperti radio receiver merek Phillip buatan Belanda tahun 1948, alat perekam yang menggunakan pita reel buatan Belanda pada 1948, pemutar piringan hitam buatan 1948 dari Inggris, alat ukur peralatan studio siaran buatan Jerman pada 1976, dan alat mengukur distorsi peralatan studio siaran buatan Inggris pada 1976. Koleksi lainnya yaitu piringan hitam, kaset siaran, alat pencampur suara atau mixer buatan Jerman pada 1980, dan pemancar radio buatan Indonesia pada 1970. Bahkan masih tersimpan di Museum ini, sebuah alat pembangkit listrik manual yang dulu digunakan untuk menghidupkan pemancar Radio Kambing. Radio Kambing kini diletakkan di Monumen Pers di Solo, sangat berperan besar terhadap penyiaran di masa perang gerilya tahun 1949 terutama saat Serangan Umum Empat Hari di Surakarta. Selain itu tersimpan pula, Kursi penyiar dari rotan dilengkapi poros besi ulir yang bisa berputar 360 derajat yang sudah ada sejak SRV berdiri.
jumpa lagi dalam Pesona Indonesia, Hari ini akan memperkenalkan Desa Wisata Organik Lombok Kulon di Jawa Timur. Jawa Timur memiliki banyak wisata alam yang sudah mendunia seperti Gunung Bromo, Pantai Pasir Putih, Kawah Ijen, dan yang lainnya. Namun, tidak hanya wisata yang sudah terkenal, provinsi ini juga miliki banyak potensi wisata yang sampai saat ini masih dikembangkan, seperti Desa Wisata Organik, Lombok Kulon. Desa Lombok Kulon ini berada di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.
sejak tahun 2009, desa Lombok Kulon mulai mengangkat konsep “Kampung Organik”, maksudnya hampir semua produk pertanian di desa ini ditanam secara organik. Selain itu, ada sekitar 40 kolam ikan untuk budidaya ikan Gurami, ikan Nila, dan ikan Patin. Tentu saja budidaya ikan ini juga menggunakan konsep organik.
Pada awalnya, konsep desa organik ini dilakukan secara swadaya oleh masyarakat desa. Mereka menerapkan pertanian organik di rumah masing-masing, dan menyediakan homestay untuk pengunjung yang ingin bermalam di desa ini.
ditahun 2013, produk beras desa ini mendapat sertifikasi organik dari Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman (Lessos). Kemudian, desa ini ditetapkan sebagai Desa Wisata Organik, dan mulai mengembangkan berbagai aspek wisata seperti, pembinaan pemandu wisata, promosi desa wisata, dan lain-lain.
Jika berkunjung ke desa ini, Rumah Organik adalah salah satu tempat yang paling diminati oleh pengujung. Karena di Rumah Organik ini, pengunjung dapat mengetahui secara detail mengenai proses budidaya sayur organik serta dapat memetik dan berbelanja langsung hasil produk organiknya.
untuk pergi ke Desa Lombok Kulon ini, memakan waktu sekitar 30 menit dari Kota Bondowoso. Meskipun jalan menuju desa wisata ini cukup sempit, namun akses jalan ke tempat wisata ini sudah cukup nyaman untuk dilalui kendaraan. Berkunjung ke Desa Wisata Organik Lombok Kulon, pengunjung tidak hanya dapat menikmati kuliner dan pertanian organik saja.
Ada juga atraksi lain yang dapat dinikmati, yakni River Tubing atau kegiatan meluncur bebas di aliran sungai dengan menggunakan sebuah ban. Dengan River tubing, pengunjung dapat menikmati arus sungai Wonosroyo yang bersih dan dingin sepanjang dua kilometer. Disana, tersedia sekitar 25 ban untuk aktifitas river tubing ini.
Hari ini akan memperkenalkan kepada anda Tradisi Keduk Beji. 28 Agustus kemarin, masyarakat Desa Tawun, Kecamatan Kasreman, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur memadati Taman Wisata Tawun. Disana mereka menggelar tradisi atau upacara adat Keduk Beji. Tradisi ini merupakan tradisi budaya penduduk Desa Tawun sejak zaman dulu. Tradisi Keduk Beji adalah penyilepan dan penggantian kendi yang disimpan di pusat sumber air Beji. Pusat sumber tersebut ada di dalam gua. "Setiap tahunnya, kendi di dalam sumber air Beji diganti melalui upacara ini. Hal tersebut dilakukann agar sumber air Beji tetap bersih.
sumber air Beji di Taman Wisata Tawun merupakan sumber air yang sangat penting bagi warga sekitar. Air dari sumber itu digunakan untuk minum, pengairan sawah, dan sumber air di taman Tawun sendiri. Karenanya, kebersihan sumbernya harus terus dijaga. Terlebih saat musim kemarau, keberlangsungan air di sumber Beji sangatlah penting. Selain untuk melestarikan sumber air, upacara Keduk Beji juga merupakan ikon wisata budaya Pemerintah Kabupaten Ngawi. Banyak wisatawan yang datang ke Taman Wisata Tawun untuk menyaksikan ritual adat ini.
Upacara adat Keduk Beji digelar setiap Selasa Kliwon berdasarkan penghitungan tanggal Jawa Islam. Upacara ini dimulai dengan melakukan pengedukkan atau pembersihan kotoran di dalam sumber Beji. Seluruh laki-laki warga Desa Tawun, baik tua, muda, maupun anak-anak turun ke sumber air untuk mengambil sampah dan daun-daun yang mengotori kolam dalam setahun terakhir. Selama proses pembersihan, laki-laki yang berada di sumber air Beji menari dan melakukan tradisi saling pukul dengan ranting sambil diiringi tabuhan gendang.
Setelah melakukan tradisi saling pukul, upacara dilanjutkan dengan penyilepan dan penggantian kendi di dalam pusat sumber. Yang berhak menyelam dan mengganti kendi di sumber air adalah keturunan dari Eyang Ludro Joyo yakni tokoh sesepuh desa yang dulunya dipercaya jasadnya menghilang di sumber Beji saat bertapa. Upacara dilanjutkan dengan penyiraman air legen (air pohon lontar) ke dalam sumber Beji, dan penyeberangan sesaji dari arah timur ke barat sumber. Kemudian, upacara ditutup dengan selamatan dan makan bersama berkat dari Gunungan Lanang dan Gunungan Wadon yang telah disediakan bagi warga. Selamatan dan makan bersama ini dilakukan dengan harapan warga mendapatkan berkah.
Edisi kali ini, akan memperkenalkan salah satu destinasi wisata dari Sulawesi Barat.
Pendengar, kekayaan alam di Indonesia memang tak perlu diragukan lagi keindahannya. Banyak tempat wisata di Indonesia yang keindahannya dianalogikan seperti potongan dari surga. Sudah ada beberapa tempat wisata dengan analogi tersebut yang sudah terkenal hingga sayang untuk dilewatkan. Salah satunya adalah Karampuang Island atau Pulau Karampuang.
ada dua versi asal muasal pulau ini dinamakan Pulau Karampuang. Menurut versi pertama, pada zaman dahulu pulau ini merupakan tempat persembunyian para raja dari kejaran Belanda. Dinamakan Karampuang karena gabungan dari Kara yang berarti pulau, karang atau batu, dan Puang yang berarti ningrat, raja, bangsawan. Kara dan Puang merupakan bahasa lokal dari suku-suku yang ada di Sulawesi. Jadi, Karampuang menurut versi yang pertama berarti pulaunya para raja. Sedangkan menurut versi kedua, nama Karampuang berasal dari bahasa Mamuju. Artinya adalah bulan purnama. Menurut cerita, pulau ini semula bernama Pulau Liutang. Nama ini kemudian diubah oleh seorang tokoh di Mamuju menjadi Karampuang.
Pulau Karampuang berupa pulau kecil seluas 6 km persegi. Pulau ini dikelilingi oleh air laut jernih berwarna biru. Kejernihan air lautnya membuat biota laut dapat dilihat hanya dari permukaan saja. Spot terbaik untuk melihat keindahan bawah laut tersebut yaitu di dermaga kayu yang dibangun di garis pantai. Selain bisa membuat Anda dapat menikmati keindahan bawah laut, jembatan kayu sepanjang 500 meter ini juga bisa menjadi spot foto terbaik.Bagi wisatawan yang gemar menyelam, tentu kejernihan air laut Pulau Karampuang sayang untuk dilewatkan. Sebab dengan menyelam tentu lebih puas melihat keindahanpemandangan biota laut dari Pulau Karampuang.
selain menawarkan keindahan pantai dengan air yang jernih, Anda juga dapat menikmati beberapa tempat menarik untuk dikunjungi di pulu ini. Di pulau ini terdapat sebuah sumur unik yaitu sumur tiga rasa. Dinamakan demikian karena air sumur ini memiliki tiga rasa air yang berbeda, yaitu asin, payau dan tawar. Sumur tiga rasa juga sering disebut dengan nama sumur jodoh. Selain sumur jodoh, tempat lain yang bisa dikunjungi di pulau ini ialah Gua Lidah.
Pulau Karampuang terletak di Kecamatan Simboro, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Jarak dengan Makassar kurang lebih 295 km. Menuju ke pulau ini, berangkat dari Mamuju wisatawan dapat menyewa katinting atau perahu motor dengan biaya sewa yang terjangkau. Pemberangkatan menuju Pulau Karampuang dimulai dari dermaga Mamuju yang ada di tempat pelelangan ikan, Kasawi. Dari sana, membutuhkan waktu tempuh hanya sekitar 20 menit.
Hari ini akan memperkenalkan kepada anda Tradisi Deko Ipung Le Sempe. Kolang merupakan salah satu suku yang berdiam di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Kehidupan orang Kolang tidak terlepas dari bercocok tanam, antara lain ladang dan persawahan. Leluhur orang Kolang sangat menghormati dan menghargai alam semesta sebagai sumber kehidupan bagi kelangsungan hidup. Hingga saat ini Orang Kolang sangat ramah dengan lingkungan sekitarnya dan makhluk-makhluk lain, karenanya mereka punya berbagai tradisi untuk menghormati dan menghargai alam semesta. Salah satunya tradisi Deko Ipung Le Sampe yang masih dilestarikan oleh warga Kolang, Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur.Kata “Deko Ipung Le Sempe” jika diterjemahkan secara harafiah ke dalam bahasa Indonesia, yakni “deko” berarti tangkap, "ipung" berarti ipun, "le" berarti dengan. Sedangkan "sempe" berarti sebuah alat tradisional yang terbuat dari bambu helung yang dianyam secara vertikal, dimana bagian atasnya bulat besar membentuk sebuah lingkaran dan bagian bawahnya berbentuk bulat kerucut atau bulat runcing. Alat ini dipakai untuk menangkap hewan laut. Jadi “Deko Ipung Le Sempe" adalah cara menangkap binatang di sungai dengan peralatan bambu halus yang ramah lingkungan. Tradisi ini biasanya dilakukan saat musim kemarau dengan debit air sungai kecil antara Juni hingga Agustus. Warga dari kampung Ranggu, Tado, Suka dan warga yang tinggal tak jauh dari DAS ( Daerah Aliran Sungai) Wae Impor selalu ke sungai untuk menangkap berbagai binatang yang bisa dimakan.
Tradisi Deko Ipung Le Sempe dimulai saat warga pergi ke sungai dan memasang sempe di aliran sungai yang berarus deras. Kalau pergi menangkap secara perorangan maka sempe diletakkan di aliran arus deras pada pagi hari dan pada sorenya pergi untuk melihatnya. Apabila secara berkelompok maka semua orang masuk di kolam dan mengarahkan binatang itu ke aliran arus air yang deras. Semua binatang itu berlari mengikuti aliran arus deras tersebut dan masuk dalam alat penangkap tersebut. Satu dan dua orang menjaga di sekitarnya. Mereka biasanya seharian berada di Sungai Wae Impor untuk menangkap binatang yang bisa dimakan. Hal ini terus dilakukan dari satu kolam ke kolam lainnya sampai wadah yang digunakan penuh. Hasilnya di bagi secara merata bagi setiap anggota kelompok.
Sebagiannya juga bisa langsung dimasak atau dipanggang di pinggir kolam tersebut untuk menu makan siang. Ada hal-hal yang harus dipatuhi oleh anggota kelompok saat Tradisi ini berlangsung, yakni dimana anggota kelompok dilarang membawa uang. Jika ada uang di saku celana maka uang itu harus disimpan di rumah sebab ada kepercayaan orang Kolang bahwa apabila membawa uang maka apa yang dicari tidak akan membuahkan hasil. Jika ada anggota kelompok yang sembunyi-sembunyi membawa uang di saku celana maka usaha untuk menangkap hewan di sungai yang bisa dimakan membutuhkan waktu lama dan kadang-kadang tidak membuahkan hasil.
“Deko Ipung Le Sempe” merupakan tradisi yang ramah lingkungan, karena tradisi ini menangkap binatang dengan peralatan-peralatan yang bersumber dari alam itu sendiri. Salah satu peralatan itu berasal dari bambu kecil yang dalam dialek Kolang disebut bambu helung. Bambu helung adalah bambu yang sangat halus dan lembut. Biasanya alat ini digunakan untuk alat tiup seruling atau suling. Jika tidak ada bambu helung ini maka warga biasanya mengambil bambu berukuran sedang yang masih muda, lalu dianyam. Bambu helung dianyam dari beberapa buah bambu kecil lalu disatukan.Selain itu Tradisi ini dianggap ramah lingkungan karena warga yang menangkap binatang melata hanya menangkap binatang yang berukuran besar seperti ikang, ipung, kuhe, dan tuna. Sementara telur, ikang, kuhe, tuna, dan ipung dengan ukuran sedang dan kecil tidak ditangkap dan apabila terjerat dalam wadah sempe maka warga wajib mengembalikan ke air sungai.